Di dunia yang kian renta ini, hal-hal yang ganjil dan terbalik makin banyak terjadi. Kini, umat muslim diberi kian banyak cobaan. Beberapa di antaranya adalah kebijakan yang mungkin oleh sebagian orang dianggap sebagai pelecehan. Di antara kasus yang banyak dibicarakan adalah penistaan Alquran.
Dalam banyak hal yang berkaitan dengan agama, maka kata-kata telah dijadikan perisai. Mereka yang melakukan hal ini telah menjadikan kata-kata seperti ‘’toleransi’’ dan ‘’hak asasi manusia’’ sebagai tameng. Sementara di sisi lain, mereka sesungguhnya tidak pernah melakukan apa yang mereka katakan.
Beginilah nasib ketika Islam hanya menjadi sekadar simbol, bukan identitas. Orang-orang yang berikhtiar istiqamah di jalan Allah justru dipandang sebagai orang asing. Taat memang berisiko, tapi lebih berisiko lagi jika kita tidak mentaati-Nya. Jumlah mereka memang masih sedikit. Walaupun yang sedikit jumlahnya belum tentu benar, tetapi yang benar pasti sedikit jumlahnya.
Sebuah hadist Tirmidzi pernah mengatakan bahwa akan datang kepada manusia suatu zaman, di mana orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.
Orang istimewa itu memang hanya sedikit. Oleh karena itu, berbahagialah menjadi orang yang dipandang asing. Bersenang hatilah menjadi kaum yang sedikit. Berduka citalah menjadi para penggenggam bara. Karena inilah perniagaan yang menyelamatkan.***