Alquran kitab peringatan alam semesta, telah menyampaikan bahwa Allah memberi ilham kepada jiwa ketaatan dan kefasikan. Maka bahagialah orang yang mensucikan dirinya dan merugilah orang yang mengotori jiwanya. Orang yang ingin membersihkan jiwanya akan membuat perhitungan terhadap dirinya. Dia harus menyadari, dia dari mana, hendak ke mana dan akan berakhir di mana. Dia harus mempertimbangkan dengan saksama, apa pegangan hidupnya dan akan hidup dengan cara bagaimana. Dia harus mempertimbangkan waktu yang disangkutkan pada umurnya, akan digunakan untuk apa. Kemudian dia harus menyadari sepenuhnya, apakah matlamat hidupnya yang sejati.
Dari pokok perkara itu, manusia yang ingin membersihkan jiwanya menyadari dengan akal sehat bahwa pegangan hidupnya adalah Alquran dan Sunnah Nabi Saw. Dari Alquran dia meyakini bahwa dia akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya, karena Allah-lah yang menghidupkan dan mematikan, menjaga dan mengatur segala makhluk, siang dan malam. Karena itu dia harus punya akidah yang benar lagi kokoh. Tidak menandingi Allah dengan manusia dan makhluk lainnya, sehingga segala amal ibadahnya tidak jadi debu yang beterbangan.
Dia menjadikan Alquran pedoman hidup, kemudian menjalani kehidupan dengan meneladani Nabi Saw dalam kata, perbuatan dan persetujuan Beliau Saw. Dia becermin kepada para sahabat Nabi Saw dalam beramal saleh. Dengan demikian, kita akan punya alat pengukur yang benar. Yang benar ialah yang sesuai dengan Alquran dan as-Sunnah; yang tidak sesuai tidak benar. Allah telah membimbing kita hidup bahagia di dunia dan kelak di akhirat masuk surga. Tujuan hidup kita bukanlah seperti apa yang dikehendaki oleh keinginan dan kesenangan kita. Itulah arah yang akan ditempuh yang insya Allah akan memberikan ketentraman. Bersyukur kepada Allah ketika mendapat kelapangan, bersabar ketika ditimpa musibah, serta bertawakkal kepada Allah setelah berusaha sesuai dengan Syariah Islam.
Manusia yang ingin membersihkan jiwanya menyadari bahwa perkataan yang baik adalah perkataan yang mengajak kepada jalan Allah. Dalam hal perkataan ini, seorang insan yang meniti jalan Allah, benar-benar mendapat tantangan dari jalan demokrasi yang diikuti oleh orang banyak di muka bumi. Jalan Allah yakni jalan yang benar menuju akhirat tidak mungkin searah dengan jalan demokrasi yang hanya menuju dunia yang akan sirna. Jalan Allah akan mendapat ujian yang beragam, banyak onak dan duri. Bahkan bisa sampai menantang nyawa untuk membela agama Allah, sehingga surga yang diharapkan bisa berada di bawah kilatan pedang. Sebaliknya, jalan demokrasi yang hanya menuju dunia akan mendapat layanan hawa nafsu yang menyenangkan, sehingga orang akan lupa mengingat kematian. Akibatnya tidak ada hasrat mencari bekal amal saleh untuk menuju kampung akhirat.
Demokrasi tujuannya dunia, karena mencari kesenangan hawa nafsu. Inilah yang membuat kita jadi durhaka kepada Allah serta memandang enteng suri teladan dari Junjungan Alam Nabi Muhammad Saw. Sedangkan yang mencari akhirat hendaklah mencari perbuatan yang berakhir dengan ketaatan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Demokrasi membuat kita bertindak demi hawa nafsu untuk harta, kejayaan, jabatan, kekuasaan, kemashuran dan rasa takjub pada diri sendiri. Tidak demi Allah, dengan niat lillahi taala mencari ridha Allah dan keampunan-Nya. Demokrasi membuat hati manusia tidak dijaga dengan keyakinan atau akidah yang benar, sehingga manusia tak berdaya diperkuda oleh kehendak nafsunya.
Demokrasi sebagai jalan hidup telah membuat manusia memilih penolong kepada kaum yang dimurkai Allah. Mereka mengambil teman musuh-musuh Allah. Inilah pangkal bala yang membuat orang tidak lagi berani berkata untuk mengajak kepada jalan Allah. Inilah yang membuat kandas amal makruf nahi mungkar. Inilah yang membuat orang tidak merasa peduli dengan nasib umat Islam yang tertindas dan dizalimi, setiap dia bangun pagi hari. Inilah yang membuat manusia tampil gagah dengan dunianya, tetapi sebenarnya tidak punya harga diri dalam perjalanan menuju akhirat.
Manusia dengan jalan hidup demokrasi tidak akan pernah berkata mengajak orang kepada jalan Allah dengan kesadaran mengikuti hukum Allah dan Rasul-Nya. Sebab, perbuatan itu berlawanan dengan ajaran demokrasi yang memberi kebebasan kepada manusia untuk hidup sesuka hatinya dengan aturan yang juga dibuat menurut kehendak hawa nafsunya. Manusia demokrasi sebenarnya tidak mampu melawan dirinya sendiri, sebab dia dikendalikan oleh hawa nafsunya. Dia tertawan oleh hawa nafsu yang mendapat panduan syetan. Sebaliknya terpenjara dari firman Allah dan tuntunan Nabi Saw. Dia tak berani menyampaikan kebenaran, karena akan merugikan dunia yang dicintainya.
Manusia di jalan demokrasi akan ikut lenggang dunia. Jika umat non muslim yang teraniaya, maka dunia akan berteriak sekeras-kerasnya. Jika pelaku kejahatan itu seorang muslim, maka dunia demokrasi akan mengutuknya. Bahkan diadakan sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menumpasnya. Tetapi jika yang teraniaya itu seorang muslim, bahkan sejumlah umat Islam seperti di Myanmar, Moro, Palestina, Afganistan, Irak dan Pakistan, dunia demokrasi tidak perlu angkat bicara. Malah umat Islam yang membela dirinya karena teraniaya tetap dipandang sebagai penjahat. Justru membuat karikatur Nabi Muhammad Saw untuk menghina Junjungan Alam itu dipandang oleh demokrasi sebagai kebebasan berekspresi. Dengan demikian, mau ke mana kita orang Melayu yang beragama Islam dengan demokrasi yang hanya menampilkan setan bisu.***