Home / Buah Pikiran UU Hamidy / Bahasa dan Sastra / Sakik Lambek Bota, Tuo Lambek Mati, Oleh : UU Hamidy
Foto : newscientist

Sakik Lambek Bota, Tuo Lambek Mati, Oleh : UU Hamidy

Allah yang Maha Bijaksana menciptakan alam semesta dan seisinya dengan kebenaran, bukan main-main. Setelah kiamat, Allah menjadi Raja Hari Kemudian lalu memperlihatkan kepada umat manusia apa yang telah dikerjakannya selama hidup di dunia. Dengan demikian, akan terbuktilah pada umat manusia semua kebenaran Allah sebagaimana terdapat dalam 99 sifat-Nya yang Maha Benar lagi Maha Indah. Semua makhluk bergantung dan kembali kepada Allah, sungguh jadi kenyataan yang tak dapat dibantah. Inilah rahasia hidup manusia yang harus selalu diingatnya agar dapat bertemu dengan Allah dalam keadaan ridha dan diridhai.

Leluhur Melayu yang telah memeluk ajaran Islam sebagai panduan hidup menyadari dari peringatan Al-Qur’an bahwa hidup dunia membuat manusia bernasib malang. Karena digunakan sebagai permainan dan senda gurau. Manusia yang lalai itu bermain-main dengan hidupnya sehingga hidup dalam keadaan senda gurau. Setelah kematian baru sadar bahwa dia hidup dalam keadaan tertipu. Dia membeli kesesatan dengan petunjuk sehingga hidupnya berakhir dengan kerugian.

Begitulah jalan nasib bisa tak terduga, karena mata, telinga, dan hati nurani tidak dipergunakan untuk menerima hidayah Allah. Akal sehat tak menyadari bahwa hidup dunia yang fana adalah medan cobaan bagi iman yang kokoh, ladang amal bagi orang yang rindu kembali ke kampung akhirat.

Maka kita mungkin saja tuo kok lambek mati, hidup dalam usia tua yang panjang lambat meninggal dunia. Kita sampai pada keadaan tak berdaya lagi memelihara diri kita sehingga jadi beban pada anak dan kemenakan kita. Dalam keadaan seperti itu kita tidak akan diperhatikan oleh anak dan kemenakan, jika kita tidak pernah menanam budi pada mereka. Karena rumus hidup seperti dikatakan oleh Al-Qur’an adalah kebaikan dibalas dengan kebaikan.

Begitu pula jika kita bisa sakik lambek bota, kita sakit tak kunjung betah. Dalam penderitaan itu kita amat memerlukan bantuan orang lain terutama dari orang yang paling dekat yaitu anak dan kemenakan kita. Tapi mungkin anak dan kemenakan tak kunjung memperhatikan karena kita dipandang tidak berjasa kepada mereka. Jasa kehidupan itu ditandai dengan tiga perkara. Pertama, berjasa dalam nasehat, sehingga orang selamat oleh sebab nasehat kita. Kedua, berjasa dalam tenaga, orang tertolong oleh sebab tenaga dari kita. Kemudian kita berjasa dengan harta atau bendawi yakni dengan menolong melalui harta benda. Jika ketiganya tak ada yang diterima oleh anak dan kemenakan kita maka jangan heran kita tidak akan ditolong dan diperhatikan oleh anak dan kemenakan kita. Di sini sekali lagi berlaku simpul kehidupan indak tau mambale jaso (tidak tahu membalas jasa).

Pesan yang piawai, cemerlang lagi bijaksana ini pada masa dulu selalu disampaikan oleh leluhur ninik mamak pemangku adat dan orang alim dalam tiap ada pertemuan atau majelis dengan anak dan kemenakan. Pesan inilah yang amat kuat menjaga tali silaturahmi atau persaudaraan sehingga dapat terhindar dari silang sengketa dan pertengkaran. Semangat dari pesan inilah yang menyebabkan banyak orang Melayu di Rantau Kuantan pada masa dulu membuat kebun getah yang nanti hasilnya dapat diambil oleh anak dan kemenakannya dalam bilangan tahun. Itulah yang diharapkan akan jadi jasa yang ditinggalkan memberi manfaat amal saleh sehingga mereka akan selalu mendoakan ibu bapa dan ninik mamaknya agar mendapat perlindungan di alam kubur serta diampuni dosa-dosa oleh Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.***

Check Also

Kilas Balik Nasib Orang Melayu (Renungan untuk Kemerdekaan RI), Oleh : UU Hamidy

Allah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana telah menciptakan dunia sebagai tempat yang fana dan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *