Home / Buah Pikiran UU Hamidy / Bahasa dan Sastra / Alam Pikiran Manusia dalam Perkara Makanan di Rantau Kuantan, Oleh : UU Hamidy
Foto : cookpad

Alam Pikiran Manusia dalam Perkara Makanan di Rantau Kuantan, Oleh : UU Hamidy

Allah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana telah menciptakan manusia bersuku-bersuku dan berbangsa-bangsa. Tiap suku dan puak bangsa telah berbeda oleh bahasa dan budayanya masing-masing. Puak dan bangsa yang ternyata lebih percaya pada budayanya dari wahyu Allah yang disampaikan oleh Rasul-Nya telah disiksa oleh Allah dengan adzab yang keras seperti pada umat Nabi Nuh, umat Nabi Luth, kaum ‘Ad dan Tsamud. Setelah itu Allah mengganti mereka dengan suku dan bangsa yang lain untuk menggilirkan lagi kehidupan yang fana di muka bumi ini.

Berbicara tentang manusia, kita berhadapan dengan bahasa dan budaya. Bahasa dan budaya itu adalah jejak dan bekas tindakan perbuatan manusia pada alam. Karena itulah perbedaan alam oleh ruang dan waktu membuat perbedaan bahasa dan budaya. Ada budaya yang bertahan lama sehingga menjadi kebiasaan atau tradisi. Ada pula tradisi yang terpelihara menjadi agama sehingga menjadi penghalang bagi pemeluknya untuk menerima agama tauhid yang datang Allah melalui para rasul. Inilah yang menyebabkan kebanyakan umat manusia hidup dalam keadaan tertipu seperti yang terjadi pada orang kafir dan munafik.

Rantau Kuantan dengan julukan Nagori Nan Kurang Oso Duo Puluah merupakan bagian terluas dari Kabupaten Kuantan Singingi. Rantau ini merupakan daerah aliran Batang Kuantan yang di hulunya dihubungkan oleh Batang Ombilin dengan Danau Singkarak. Sedangkan di hilirnya bersambung dengan Sungai Indragiri. Rantau ini hanya mengalami penjajahan Belanda sejak tahun 1905 sampai penjajahan Jepang 1942-1945 ditambah dengan Agresi Belanda 1947-1949. Pada masa dulu, puak Melayu di rantau itu terpelihara masyarakatnya oleh adat bersendi syarak di bawah kepemimpinan para datuk pemegang teraju adat dan ulama pemandu hidup dunia dan akhirat.  

Demikianlah, alam pikiran puak Melayu di Rantau Kuantan juga telah direkam oleh bahasa dan budayanya. Mereka memandang sungai seperti batang pohon dengan cabangnya sebab sungai itu juga punya cabang atau anak. Maka mereka sebut Batang Kuantan, Batang Kampar, dan Batang Hari. Ketika banjir, permukaan air naik. Mereka sebut banjir itu air naik. Bukan air banjir. Begitu pula jalan disebut lebuh sebab di situ juga orang berlabuh atau berhenti. Anak burung yang belajar terbang, sebentar terbang lalu hinggap, disebut terbang labuh.

Begitulah orang luar Rantau Kuantan tidak akan mendapatkan gulai daging di sana. Sebab gulai serupa itu mereka sebut gulai bantai. Kata ‘’daging’’ di rantau itu sebagai lawan dari kata ‘’tulang’’. Daging dimakan, tulang dibuang. Mengapa? Sebab pada masa dulu orang membantai jawi atau kerbau hanya pada hari raya atau hari besar, untuk makan bersama. Maka tiap ada hari besar atau hari raya, puak Melayu di rantau itu makan bersama dengan gulai sapi atau kerbau yang sudah dibantai.

Akal sehat akan sulit membayangkan ada orang yang mau makan tahi atau berak kecuali akalnya terganggu. Tapi di Rantau Kuantan anak negeri dengan suka hati akan makan cirik gacik (tahi anjing) yaitu sejenis makanan kering terbuat dari beras pulut. Karena mengkanan itu ada belang-belang hitam seperti tahi atau cirik gacik (anjing) maka tanpa rasa jijik makanan itu diberi nama cirik gacik.

Puak Melayu Rantau Kuantan itu punya tipologi ‘’labo kek poruik’’ (makan jangan diagak, salero jangan dituruik). Segala laba untuk kepentingan makan (perut). Makan jangan dibatasi tapi selera tidak diikuti. Mereka membedakan antara kata ‘’pakanasi’’ dengan ‘’mengkanan’’. Pakanasi ialah apa saja yang dapat dipakai untuk memakan nasi seperti gulai, sambal, dan sayur. Pakanasi yang paling sederhana ialah sambal karambial. Kelapa dikukur diberi bumbu seadanya. Kalau bisa diberi rampai ikan bilis atau ikan asin juga belacan. Enaknya bukan main. Tak tampak telinga kita waktu kita makan.

Selanjutnya kata ‘’mengkanan’’ merujuk pada apa saja yang dapat dimakan atau dihidangkan untuk dimakan. Maka yang paling sederhana ialah ubuak ubi. Yaitu ubi dimasak dengan memasukkannya ke dalam abu panas. Hasilnya empuk dan gurih.

Kemudian ada godok luncuar. Disebut demikian karena dibuat dengan diluncurkan ke dalam kuali. Kemudian juga mudah meluncur ke dalam kerongkongan. Ada lagi godok gombuang. Karena tepung yang digodok menggelembung setelah digoreng dalam kuali. Lalu ada buah golek. Semacam godok juga, dibuat bulat sehingga mudah tergolek ke mana-mana.

Makanan yang disebut ongol-ongol terbuat biasanya dari sagu rumbia barangkali ada hubungannya dengan ongok (nafas). Sebab kalau kita makan banyak, lalu menumpuk dalam kerongkongan, sehingga kita susah maliongok (bernafas). Jadi terengah-engah, terongok-ongok, terakhir terongol-ongol.

Yang disebut dengan makanan lidah kambing karena kue itu bentuknya seperti lidah kambing. Ini juga berlaku untuk mengkanan parapoti mandi. Semacam mengkanan dari tepung beras yang dimakan pakai kuah. Karena tepung beras itu mengapung di atas kuah, dipandang bagaikan merpati yang sedang mandi. Karena itulah disebut parapoti mandi (merpati mandi).

Demikianlah gambaran pikiran yang terbayang dalam masalah makanan di Rantau Kuantan. Gambar ini juga memberi tanda akan kesejahteraan hidup mereka. Mereka sejahtera karena mendapat kurnia delapan macam mata pencaharian yang disebut Tapak Lapan dari Allah yang Maha Pemurah. Dengan Tapak Lapan yaitu beladang, berkebun, beternak, berniaga, bertukang, beniro, ambil hasil hutan, dan menangkap ikan, rezeki mereka dibuat oleh Allah datang dari segala penjuru mata angin.

Lalu apakah ini artinya? Kemakmuran dari Allah yang Maha Pemurah itu disebabkan oleh mereka hidup dengan aturan (adat) yang tunduk pada syariah Islam. Jadi Allah hanya menepati janji bagi orang yang beriman dan bertaqwa akan diberi rezeki dari langit dan bumi. Sekarang, puak Melayu Rantau Kuantan hidup dalam kubangan demokrasi. Hidup sesuka hati dengan aturan buatan manusia sehingga mereka lalai dan berbuat maksiat. Yang akibatnya mereka mendapat kesulitan hidup. Mereka lupa bahwa rezeki itu dari Allah. Jadi bagaimana rezeki akan lapang jika Allah yang memberi rezeki malah diabaikan bahkan durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.***

Check Also

Kilas Balik Nasib Orang Melayu (Renungan untuk Kemerdekaan RI), Oleh : UU Hamidy

Allah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana telah menciptakan dunia sebagai tempat yang fana dan …

2 Komentar

  1. Hj Erdayulita Ali AMd Keb

    Masha Allah mantap .
    Sehat selalu niniak.
    Terima kasih kepada Tino purni ,takut sejarah kenegerian ini hilang karena generasi baru banyak yg tidak tau

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *