Pekanbaru, 16 Januari 2007
Bung TA Sakti yang baik,
Surat dan kiriman Bung telah saya terima pada hari Senin 15 Januari 2007. Dari kiriman Bung itu saya merasa lapang dada, betapa Bung telah menjadi seorang sastrawan yang handal, bahkan lebih khusus lagi sebagai seorang filolog yang cemerlang.
Betapa tidak akan dikatakan demikian, hanya dalam hitungan belasan tahun, kegiatan Bung akhirnya mendapat pengakuan oleh kalangan masyarakat, bahkan sampai ke tingkat pemerintahan. Anugerah yang Bung terima dari Pemerintah Republik Indonesia sudah menjadi parameter tentang siapa Bung sebenarnya dalam blantika budaya nasional. Sementara pengakuan terhadap diri Bung dari kalangan masyarakat Aceh dengan julukan Pewaris Budaya (sastra) Aceh, Pelestari Hikayat Aceh, bahkan lebih piawai lagi dalam julukan Perawi Hikayat Aceh.
Ini semuanya memberi petunjuk s i a p a Bung TA Sakti sebenarnya. Sungguh, sekali lagi saya ikut merasa bahagia menyaksikan seorang s a h a b a t yang semula bertungkus-lumus dalam bidang naskah kuno Aceh, akhirnya tidak lama kemudian mendapat pengakuan dari berbagai kalangan, betapa n i l a i n y a yang Bung lakukan itu.
Jika dulu Pak Anzib Lamnyong, saya juluki dengan Gudang Sastra Aceh, karena ketekunannya mengumpulkan naskah-naskah itu dalam tahun 1960-an sampai 1970-an, maka yang Bung lakukan ternyata m e l a m p a u i lagi kegiatan Pak Anzib. Bung tidak hanya setakat mencari dan mengumpulkan. Tapi juga menyalin dan alih tulisan. Dan lebih dari itu Bung terbitkan lagi.
Dan masih belum lagi berakhir di sana… Bung ternyata menulis lagi pantun dan hikayat Aceh dengan gaya yang reformis, sehingga di tangan Bung sastra dan budaya Aceh menjadi lemah gemelai bagaikan ritmis alam yang tak kunjung diam.
Kehadiran Bung kepada belantara budaya Aceh, memberi b u k t i bahwa Aceh memang sejatinya punya p o t e n s i yang handal sejak dahulu kala dalam bidang sastra. Para pengarangnya yang p i a w a i paling kurang berawal dari Hamzah Fansuri, Tengku Cik Ditiro, Pante Kulu, A Hasjmy, LK Ara, Ujong Rimba, dan banyak lagi yang tak mungkin saya deretkan di sini. Dan sekarang telah hadir sosok pengarang yang brillian TA Sakti dengan gayanya yang cukup memukau.
Alhamdulillah, Bung mendapat r a h m a t dari Allah begitu rupa, sebab Bung telah meletakkan pena dan kertas kepada medan jihad, suatu medan peperangan yang jauh lebih lama pertarungannya daripada medan jihad secara fisik.
Dengan menjadi pengarang sebagai jalan berjihad fisabilillah, in syaa Allah Bung tidak hanya akan sekadar menuai hasilnya di dunia, tetapi terlebih-lebih di akhirat. Karena itu sekali lagi saya menyampaikan t a h n i a h setingginya kepada Bung.
Wassalam
UU Hamidy