Di hilir Benai kita jumpailah negeri Siberakun. Negeri ini bernama demikian, karena di situlah asal mula silat Kuantan dirancang yang kemudian berkembang dengan subur di negeri Pangean. Disebut dengan nama itu karena berasal dari ‘’barqu’’, yang artinya kilat. Silat Kuantan yang boleh dikatakan mengikut jalan tarikat itu, kecepatannya terkenal bagaikan kilat. Silat ini tidak menghandalkan tenaga, tetapi bertumpu kepada kesalehan dan kelurusan budi. Kepandaiannya bukan mencari lawan, tetapi mencari dunsanak (sanak keluarga). Dia tidak akan menyerang, tapi tangkisannya, amat luar biasa. Atas keadaan itulah negeri Siberakun diberi julukan pasak malintang, tapi maknanya bukan untuk menunjukkan posisinya sebagai batas luhak. Arti yang dikejarnya ialah, bahwa negeri ini merupakan kekuatan pengunci. Kalau sudah dialah yang ke depan, diharapkan berakhirlah perlawanan itu, sebab negeri inilah kekuatan terakhir yang diandalkan; inilah negeri yang menjadi pasak penghabisan (pasak malintang).
Selepas itu ke hilir lagi adalah negeri Simandolak. Jika negeri Siberakun hanya mempunyai 3 orang Penghulu, dan digenapkan menjadi empat dengan rajo atau Urang Godang (karena dipandang setaraf dengan raja ) maka negeri Simandolak memperoleh julukan peti bagewang. Makna kiasan itu ialah, di sinilah tempat menyimpan rahasia oleh semua datuk dan penghulu. Inilah negeri yang paling terpercaya masa itu. Jika ada beberapa pembesar adat yang akan ditanam, di sinilah kata mufakat itu diambil, setelah diketahui segala rahasia (seluk beluk pribadi) para calon pembesar adat itu.
Negeri Pangean, adalah negeri tempat berkembangnya silat Kuantan, sehingga kadangkala disebut pula silat Pangean. Inilah negeri orang hebat, dengan guru silatnya yang paling terkenal Baromban Bosi. Negeri ini menjadi tempat mengadu dalam setiap menghadapi serangan dari luar. Negeri inilah yang akan menghadang musuh lebih dahulu. Sebab “kok batendan kapar dari ulu manyonak pasang dari iliar Baromban Bosi nan kan menanti”. Negeri Pangean menjadi lambang negeri hulubalang, bagaikan angkatan bersenjata bagi keamanan Rantau Kuantan.
Negeri Baserah telah mengambil nama sebuah negeri yang sekarang menjadi kota besar di Irak. Negeri ini menjadi lambang kenangan masuknya agama Islam kepada Kuantan Singingi, di samping dua negeri lagi : pertama Kopah dari kata Kufah sebuah kota di Iran dan sebuah lagi negeri Pulau Madinah (masuk bagian Basrah) telah mengambil nama Madinah di Arab Saudi secara utuh. Basrah merupakan tempat duduk seorang raja, sehingga di sana ada Kotorajo, maksudnya koto atau kota tempat raja. Negeri Baserah dalam sistem persaudaraan di Kuantan merupakan tempat pekandangan adat. Di sinilah semua hukuman dijatuhkan, di sinilah adat menuntut segala orang yang bersalah. Di antara kesalahan yang paling istimewa itu ialah, bujang dan gadis melanggar adat dan agama, sehingga sampai melakukan perbuatan zina. Pasangan ini disebut tasungkuik jambar rajo. Inilah kiasan bagi anak gadis yang bunting tidak bersuami. Kesalahan itu dihitung di Kotorajo Basrah.
Jika Basrah dengan Kotorajo menjadi pakandangan adat, maka di hilir itu negeri Sungai Soriak Palukahan, merupakan tempat pelaksanaan ‘’eksekusi’’, bagi yang melakukan pelanggaran besar tersebut. Jika pasangan yang berbuat aib (zina) itu tak dapat lagi diringankan hukumannya, maka jatuhlah mereka kepada hukuman yang berat. Kedua pasangan yang tidak mengindahkan kehormatannya itu, dimasukkan ke dalam lukah, lalu dibuang ke dalam Batang Kuantan.
Itulah orang yang menerima resiko perbuatannya sendiri, sesuai dengan rangkai kata, “nan balaku di utangan, nan badoso dibunua, anyuik karono dek ronangnyo, jatua karono dek panjeknyo, doso nan mambao mati”.
Selepas itu tersebut pulalah negeri Inuman. Inilah negeri yang diberi julukan pulau sarangkiang. Di sinilah tempat membayar segala hutang, di negeri inilah meminta denda. Semuanya dikumpulkan oleh para pemegang tali teraju adat, sehingga menjadi kekayaan bersama, yang kelak dipergunakan untuk kemaslahatan orang banyak.
Kalau ada orang atau pihak yang bersalah tetapi tidak mau mengakui kesalahannya, maka diadakanlah dunam, yaitu adu banyak ome (emas) antara pihak yang menuduh dan pihak yang dituduh. Siapa yang nanti ternyata paling sedikit emasnya, akan dinyatakan sebagai pihak yang kalah. Semua emas pihak yang kalah akan disita. Sebagian akan digunakan sebagai uang sidang, sebagian lagi menjadi kekayaan negeri. Demikian pula pelanggaran pada tingkat luhak dan federasi Rantau Kuantan. Yang diselesaikan di Inuman itu adalah segala perkara besar, yang menyangkut kehidupan warga Rantau Kuantan.
Akhirnya di hilir sekali terletaklah negeri Cerenti. Inilah batas terakhir Rantau Kuantan. Negeri Cerenti telah ditentukan sebagai tempat segala Datuk atau Urang Gedang menerima kebesarannya. Di negeri inilah boke karojan, maksudnya di rantau inilah para raja atau pembesar adat telah ditetapkan menurut garis adat tentang tugas-tugas dia sebagai pemegang amanah orang banyak (rakyat) yang sesungguhnya adalah amanah Tuhan Semesta Alam, sebab adat telah bertumpu begitu rupa kepada syarak. Agama atau syaraklah yang menjamin nilai nominal adat, sebab segala kelemahan adat sebagai buatan hasil pikiran manusia, akan dapat disempurnakan dengan berpegang teguh pada agama Islam.***
(Masyarakat Adat Kuantan Singingi, UU Hamidy)