Kira-kira abad ke-14/15 M, Adityawarman keturunan Darah Jingga putri Melayu dari Damasraya dengan suami raja Mojopahit, berhasil menjadi raja Minangkabau, tahun 1347 M. Dia dinobatkan oleh Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang menjadi raja Pagarruyung (Minangkabau). Adityawarman kemudian mengutus dua pembesar ini ke Rantau Kuantan dalam rangka menata kembali kerajaan Melayu raya yang telah ditinggalkan oleh Sang Sapurba.
Maka menghilirlah dua pembesar ini di batang Kuantan, mulai dari pulau Rona Lubuk Sampu Rago (Kecamatan Kuantan Mudik) sampai ke Muaro Tombongan Pasir Kayan Kecamatan Cerenti sekarang ini. Mereka menghilir selama 19 hari. Dalam satu hari mereka dapat melalui satu rantau. Jadi mereka berhasil melalui 19 rantau, sehingga akhirnya mereka sebut Rantau Nan Kurang Oso Duo Pulua, duo pulau jo muaro.
Rantau yang 19 ini kemudian lebih dikenal sebagai Rantau Kuantan. Pada mulanya, di rantau ini ada tiga orang pemegang teraju adat yang memimpin empat luhak (daerah kekuasaan) sehingga membentuk suatu federasi Rantau Kuantan.
@ Luhak Empat Koto di Atas :
- Sampu Rago
- Lubuk Ambacang
- Lubuk Jambi Koto Tuo
- Sungai Pinang
Luhak ini berada di bawah kekuasaan Datuk Pobo dengan gelar Datuk Patih, berkedudukan di Lubuk Ambacang.
@ Luhak Lima Koto di Tengah
- Kari
- Teluk Kuantan
- Siberakun
- Simandolak
- Sibuayo (antara negeri Inuman dan Cerenti)
Inilah luhak yang berada di bawah kekuasaan Datuk Bandaro Lelo Budi dengan pusat pemerintahan di Kari.
@ Luhak Empat Koto di Mudik
- Gunung
- Toar
- Teluk Ingin
- Lubuk Tarontang
Luhak ini masih masuk kekuasaan Datuk Bandaro Lelo Budi dengan diwakilkan kepada Datuk Bandaro yang berkedudukan di Gunung. Jadi Datuk Bandaro Lelo Budi menguasai sebagian besar bekas kerajaan Kuantan.
@ Luhak Empat Koto di Hilir
- Pangean
- Baserah
- Inuman
- Cerenti
Luhak ini dipegang terajunya oleh datuk Simambang dengan gelar Datuk Monggung, berkedudukan di Inuman.
Maka dari empat luhak ini baru terhitung 17 negeri, masih kurang dua negeri lagi baru menjadi 19 negeri. Negeri itu pertama Lubuk Jambi yang dijuluki Si Gajah Tunggal, karena tidak bergabung dengan negeri lainnya. Yang kedua Lubuk Ramo.***
(Masyarakat Adat Kuantan Singingi, UU Hamidy)