Allah Subhanahu wata’ala menurunkan Alquran untuk menjelaskan bahwa Dia-lah pencipta langit dan bumi serta seisinya. Dia yang memerintah dan mengaturnya sehingga segala yang ada di bumi dan di langit bertasbih memuji Allah sepanjang waktu. Karena itu manusia dan jin harus sadar bahwa mereka hanya diciptakan untuk tunduk dan patuh kepada Allah sahaja. Manusia harus menyadari bahwa jiwa, raga dan hartanya harus digunakan untuk beribadah hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa. Ini akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Sebab akhirat adalah pembalasan yang sempurna dari Allah, baik terhadap orang mukmin maupun terhadap orang kafir.
Hidup menjadi hamba Allah yang sejati, telah diberi contoh teladan oleh Nabi Muhammad Saw dengan memahami dan melaksanakan ajaran Alquran dalam kehidupan para sahabat, sehingga generasi sahabat menjadi umat yang terbaik di muka bumi. Para sahabat yang pilihan amat takut jatuh munafik oleh ilmu, harta dan perjuangannya. Mereka mencintai Allah dan Rasul-Nya di atas segala makhluk dan benda dunia lainnya. Mereka mencintai Nabi Saw di atas diri mereka, sebab siapa yang mencintai Allah hendaklah mengikuti jalan Nabi Muhammad Saw. Umar bin Khattab r.a. malah mengatakan bahwa dirinya adalah bagaikan sebilah pedang yang terhunus di tangan Rasulullah Saw, terserah mau digunakan untuk apa oleh Nabi Saw atau dimasukannya ke dalam sarungnya.
Marilah lihat mengapa para sahabat menjadi generasi terbaik di muka bumi. Pertama, mereka berlomba-lomba dalam kebajikan dan amal saleh. Mereka tidak seperti umat Islam masa kini berlomba harta, kekuasaan dan kemasyhuran meniru orang kafir dalam dunia demokrasi berlomba mencari kehidupan dunia yang palsu. Bagi sahabat, dunia ini tidak ada nilainya, jika tidak digunakan untuk beribadah di jalan Allah. Sebab harta bisa jadi beban dan kekuasaan jadi penyesalan di akhirat kelak.
Kedua, mereka menuntut ilmu mengenai Alquran dan as-Sunnah langsung kepada Nabi Saw, manusia pilihan Allah yang paling baik di jagad raya ini. Maka dengan ilmu itu mereka tidak merasa bangga dan ujub mengagumi diri sendiri sebagaimana orang kafir dalam dunia demokrasi di mana ilmuwan sekuler bangga dengan ilmu yang dikuasainya. Penguasaan mereka terhadap ilmu dilambangkan dengan gelar-gelar seperti doktor dan profesor yang mengundang kesombongan kepada yang menyandangnya. Kehebatan mereka diukur dari deretan gelar yang mereka peroleh, bukan dari nilai amal dan perbuatannya seperti dipandu oleh Syariah Islam. Para sahabat dengan ilmu mengenai Alquran dan as-Sunnah semakin rendah hati dan merasa hina di hadapan Allah, sehingga mereka hanya bersandar semata kepada Allah untuk mendapatkan taufik, hidayah dan rahmat-Nya.
Ketiga, para sahabat berjihad di jalan Allah semata-mata mencari ridha Allah dalam bingkai meninggikan kalimah Allah di muka bumi. Mereka tidak mencari penghargaan dari bangsanya dengan gelar pahlawan pembela tanah air, yang jenazahnya dan fotonya diarak oleh pasukan militer menuju makam pahlawan, lalu nanti diberi tembakan salvo sewaktu mayat itu dimasukkan ke liang lahat. Penghargaan ala demokrasi serupa itu tidak ada dalam kamus kehidupan para sahabat.
Keempat, lalu apa yang terjadi, Nabi Saw berpesan kepada para sahabat agar melatih anak mereka berenang dan berkuda serta memakai panah. Ketiganya adalah kemampuan utama yang harus dimiliki oleh seorang pejuang. Dia harus pandai berenang sebab air adalah medan jihad yang susah dilalui. Kalau tak pandai berenang, bisa mati konyol. Kuda adalah kendaraan untuk gerak cepat dalam pertempuran. Tanpa kemahiran memakai kendaraan, medan jihad akan sulit dikuasai dengan cepat. Sedangkan panah adalah teknologi masa itu yang amat ampuh untuk membinasakan musuh dari jarak jauh.
Kelima, jadi apa ini artinya? Islam benar-benar menyiapkan generasi yang siap tempur setiap saat untuk membela agama Allah, karena mujahid yang membela agama Allah itu tidak takut menghadapi kematian. Mati syahid adalah matlamat hidup yang sejati puncak amal saleh. Karena itu mati syahid harus dicari dengan siap tempur sebab surga itu berada di bawah kilatan pedang. Seorang sahabat malah melemparkan sisa kurma yang sedang dimakannya, karena ingin segera terjun ke medan jihad yang sedang berkecamuk untuk mendapatkan kematian sebagai syuhada.
Demikianlah Islam telah menempatkan kematian di medan jihad demi membela agama Allah adalah kematian yang paling indah. Inilah yang mendorong seorang mukmin sejati membentuk dirinya menjadi pejuang yang siap tempur bila dan di mana saja. Inilah buah ajaran Islam yang membuat umat Islam berjaya dan disegani dengan menaklukkan dua adidaya dunia yakni Romawi dan Persia, sehingga Islam bersinar ke seluruh penjuru dunia.
Tetapi setelah umat Islam terpecah menjadi beberapa negara bangsa tidak lagi bersatu di bawah naungan khilafah Islam yang menjagad, maka kaum muslimin dengan mudah diadu domba oleh orang kafir. Mereka ditipu lewat media pindah jalan dari memakai Syariah Islam yang sempurna kepada sistem demokrasi sekuler yang membuat mereka meninggalkan Alquran dan as-Sunnah. Mereka diancam ditakuti dengan tuduhan teroris sehingga reduplah semangat jihad dalam dunia Islam. Akhirnya orang kafir dengan mudah mendikte umat Islam untuk kepentingan dunia dengan mempergunakan remote control demokrasi sekuler.***