Allah Yang Maha Bijaksana telah menyampaikan dalam Alquran kitab pedoman hidup umat manusia, bahwa kebenaran itu semata-mata hanya dari Dia, sehingga umat manusia jangan menjadi ragu menempuh jalan hidupnya. Insan yang mencari keselamatan dunia akhirat seyogianya hidup di atas jalan kebenaran, jalan yang lurus. Jalan yang menyimpang dari kebenaran adalah jalan yang sesat. Sebab itu sebaik-baik perkataan ialah yang mengajak orang kepada jalan Allah yakni jalan yang benar.
Sementara itu, untuk mengatur kehidupan manusia sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, umat manusia memerlukan pemimpin yang memegang kekuasaan melaksanakan Syariah Islam agar rakyat hidup bahagia lahir dan batin. Penguasa yang diberi amanah mengatur kehidupan rakyat itu hendaklah berpegang kepada Alquran dan as-Sunnah, karena itulah sandaran daripada Syariah Islam. Bagaimana mengendalikan negara dengan Syariah Islam telah diberi contoh dan teladan oleh Nabi Muhammad Saw memelihara kehidupan para sahabat menjadi umat yang taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, sehingga generasi sahabat menjadi umat yang terbaik di muka bumi.
Selepas itu, dalam rentangan waktu yang panjang datanglah bermacam godaan kepada umat manusia, terutama kaum muslimin, yang akan menguji keimanan mereka, apakah mereka memang benar-benar beriman dengan ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka muncullah penguasa kaum muslimin yang tidak lagi memegang kebenaran. Penguasa ini mencampurkan kebaikan dengan kemungkaran sehingga mendatangkan bencana kepada rakyat. Ini berlaku karena penguasa kaum muslimin itu terjebak oleh sistem demokrasi yang mereka pakai dalam pemerintahannya.
Sistem demokrasi tidak mau tunduk kepada wahyu Allah Yang Maha Bijaksana, tetapi mengandalkan akal pikiran yang hanya diberi ilmu sedikit oleh Allah. Maka hukum buatan manusia oleh penguasa yang zalim ini dibuat lebih utama daripada Syariah Islam yang benar. Inilah pangkal bala negara yang dikemudikan dengan sistem demokrasi mendapat bencana yang semakin parah dari waktu ke waktu. Sebab mereka meninggalkan fitrah penciptaannya, yang seharusnya taat dan patuh dalam kehidupannya dalam bingkai beribadah kepada Allah Ta’ala.
Bersabit dengan penguasa yang mencampurkan kebaikan dengan kemungkaran ini, Nabi Muhammad Saw dalam hadist riwayat Muslim telah menggambarkan akan terjadi 3 golongan kepada rakyat. Pertama, golongan yang membenci perbuatan penguasa itu. Golongan ini akan bebas dari dosa perbuatan mungkar penguasa tersebut. Mereka dipandang tidak terlibat dengan perbuatan zalim penguasa itu. Kedua, barang siapa yang mengingkari perbuatan mungkar penguasa itu, mereka tergolong selamat.
Mereka bukan hanya sebatas tidak suka tapi juga menolak perbuatan penguasa yang menyelisihi Syariah Islam itu. Ketiga, barang siapa mengikuti dengan senang perintah penguasa yang pembangkang ini maka masuklah mereka orang yang sesat. Mereka sesat sebagaimana penguasa itu tidak mau berjalan di atas kebenaran dalam pemerintahannya. Mereka ikut bertanggung jawab atas perbuatan penguasa yang tidak mau memegang kekuasaan menurut panduan Allah dan Rasul-Nya.
Tiga macam golongan rakyat di depan penguasa yang berkhianat ini dengan mudah kita lihat bagaimana gambarannya dalam dunia Melayu yang telah memeluk agama Islam dalam rentangan ratusan tahun. Kerajaan Melayu pada mulanya boleh dikatakan dipandu oleh ajaran Animisme dan Hinduisme. Selepas itu setelah kerajaan Melayu memeluk agama Islam, maka penguasanya mempergunakan kanun atau undang-undang yang bersendi kepada ajaran Islam, sehingga adat atau hukum yang mereka pakai dikatakan sebagai adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah (Alquran dan as-Sunnah).
Tetapi malangnya, setelah orang Melayu dijajah negerinya oleh kaum kafir Barat, mereka tetap melestarikan hukum buatan orang kafir itu dalam negeri mereka, walaupun mereka sebenarnya sudah merdeka dari penjajahan orang Barat itu. Akibatnya penjajah Barat itu hanya pergi batang tubuhnya, sedangkan sistem hukum atau tatanan bernegara mereka tetap lestari di negeri Melayu. Maka dengan tidak sadar dunia Melayu telah diatur kehidupannya dalam bernegara dengan sistem kufur dari penjajah itu, yang sekarang terkenal dengan sistem demokrasi.
Maka dari 3 macam golongan di depan penguasa zalim itu dengan mudah dapat dikesan betapa sedikitnya golongan yang benci dan golongan yang mengingkari. Yang terbanyak ialah golongan yang senang dan mendukung penguasa yang anti Syariah Islam itu. Kenyataan ini dengan mudah dapat dilihat dalam tingkahlaku rakyat dalam pemilihan umum yang memakai sistem demokrasi yang kufur itu. Meskipun penguasa itu telah terbukti gagal, tapi ketika dia mencalonkan lagi, ternyata tetap dipilih oleh rakyat. Sedangkan yang paling menarik ialah dari tingkahlaku anggota DPR yang membiarkan begitu saja perbuatan penguasa yang sudah begitu jelas merugikan dan membuat rakyat menderita. Mereka ini malah terlibat membuat undang-undang yang hanya menguntungkan para pemilik modal (orang kaya) yang akibatnya membuat rakyat sengsara.
Tetapi rakyat sendiri juga ikut mendukung penguasa yang zalim, karena mereka tidak sadar diperalat oleh tokoh partai. Sementara tokoh partai diperalat oleh kaum kapitalis, cukong dan mafia. Begitulah sistem demokrasi telah memberi jalan yang lapang kepada para penguasa untuk meninggalkan Syariah Islam yang diturunkan dari Allah Yang Maha Bijaksana. Dalam keadaan seperti ini amat diperlukan tampilnya golongan kaum muslimin yang cemerlang oleh iman dan akidah yang kokoh, agar berani menyampaikan kebenaran kepada penguasa sebagai jihad (perjuangan) yang utama, agar umat dapat terpelihara dengan hukum Allah yang mampu memberikan rahmat kepada rakyat serta alam semesta.***