Saya membuat rumah dengan cara angsuran. Mula-mula dibeli tanah dengan cicilan. Sudah itu jika ada uang terkumpul, mulai dibangun pondasi rumah. Setelah itu beberapa lama baru dibangun dinding. Terakhir mungkin mendekati setahun, baru pasang atap. Jadi rumah itu baru selesai sekitar tiga atau empat tahun.
Maka dalam pemasangan atap rumah saya menyerahkannya kepada teman saya Jo Suman dari kampung. Dia adalah tukang yang pandai dan hemat bekerja. Tiap hari Jo Suman berangkat dari rumah saya di Sukajadi pakai sepeda membawa perkakas untuk bekerja. Setelah berapa hari bekerja, datang ke situ orang bernama Bahar yang tinggal dekat rumah kita ini. Dia minta rokok, tapi tak ada sebab Jo Suman tidak merokok. Besok datang lagi, mau pinjam gergaji. Kata Jo Suman ndak bisa sebab dipakai untuk bekerja.
Beberapa hari kemudian Bahar datang lagi, sedangkan Jo Suman berada di atas rumah sedang bekerja. Bahar berkata minta pinjam sepeda untuk pergi beli rokok. Sepeda lalu diambil lalu dibawanya. Sedangkan Jo Suman tak dapat menghalangi sebab berada di atas sedang bekerja. Sampai dekat waktu Dzuhur Bahar tidak juga datang mengembalikan sepeda. Akibatnya Jo Suman pulang jalan kaki untuk makan dan shalat Dzuhur. Lalu dia ceritakan kejadian itu. Besoknya, Jo Suman mencoba bertanya ke rumah di mana Bahar itu menumpang. Tuan rumah mengatakan bahwa Bahar sudah pulang ke Selatpanjang. Dengan keterangan itu, maklumlah Jo Suman bahwa dia sudah ditipu oleh Bahar.
Hari berbilang menjadi minggu. Maka sambil jalan-jalan, Agus kemenakan saya, duduk-duduk di bengkel sepeda Jalan Taskurun. Tiba-tiba ada anak gadis minta bantu tambah angin sepedanya. Agus tampil menolong. Sambil menambah angin ban belakang, terbacalah di sayap sepeda itu tulisan ‘’Ilma’’ (yaitu nama anak saya). Tersirap darahnya membaca tulisan itu karena dia juga sudah tahu bagaimana cerita sepeda ini minggu yang lalu. Dengan ramah Agus minta alamat anak gadis itu. Si gadis memberikan alamatnya.
Dekat Maghrib Agus datang ke rumah dengan senyum gembira. Kami bertanya ada apa? Lalu dia mengaku sudah tahu di mana sepeda yang hilang dengan cerita dia singgah di bengkel Jalan Taskurun tadi. Selesai Maghrib setelah makan berangkatlah Jo Suman dengan Agus dan Edison anak abang saya ke rumah anak gadis itu.
Singkat cerita, sampai di rumah tersebut setelah dibuka pintu oleh gadis itu dengan ibunya, mereka berdua gugup dan terkejut, tak membayangkan kedatangan Jo Suman dengan kawannya itu. Jo Suman mengatakan dengan tenang bahwa sepeda yang ada pada mereka yang mungkin sudah dibeli dengan murah adalah sepeda kepunyaan dia yang telah dilarikan oleh orang bernama Bahar. Ibu dan gadis itu segera tersentak sadar bahwa sepeda itu memang sudah dibeli murah karena yang menjual mengaku mau pulang segera ke Selatpanjang.
Namun ibu gadis menangis minta dikasihani agar hal ini jangan diperkarakan, sebab nanti dapat membuat suaminya jatuh pingsan karena suaminya itu punya gangguan darah tinggi. Jo Suman mengatakan tidak usah takut, tidak apa-apa, serahkan saja sepeda itu. Jo Suman mengambil sepeda sambil permisi dia memberikan uang sekedarnya kepada ibu gadis itu seperti yang telah saya pesankan dari rumah.***