Upaya untuk membina dan memelihara bahasa Indonesia telah dilakukan demikian rupa. Paling kurang sudah ada dua lembaga yang diberi amanah untuk melakukan hal itu. Pertama, Lembaga Bahasa Nasional (LBN); ke dua, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Berbagai usaha dan tindakan telah dilakukan oleh lembaga tersebut. Di antaranya perbaikan ejaan yang sekaligus disamakan dengan pihak Malaysia, membuat pedoman istilah dan kamus. Semuanya cukup beharga dan bermanfaat.
Beriringan dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh lembaga itu, bahasa Indonesia telah bersentuhan dan dipengaruhi oleh berbagai bahasa asing (terutama bahasa Inggris) serta beberapa bahasa daerah (terutama bahasa Jawa). Pertembungan dengan berbagai bahasa itu telah memperkaya bahasa Indonesia dalam bidang perbendaharaan kata. Tetapi sayangnya, arus masuknya kata-kata dari berbagai bahasa itu ke dalam bahasa Indonesia, hampir tak terkendali.
Akibatnya paling kurang menimbulkan 3 perkara:
- Pemakai bahasa Indonesia banyak yang tidak mengerti kata-kata yang berasal dari bahasa asing dan bahasa daerah itu. Keadaan ini membuat komunikasi tidak efektif.
- Sistem bahasa Indonesia menjadi begitu labil, sehingga pemakai bahasa Indonesia sulit memperoleh pedoman yang baku.
- Pengucapan bahasa Indonesia amat banyak ragamnya, sehingga semacam pengucapan yang baku atau terpelihara sulit diperoleh.
Memandang berbagai masalah itu, tentulah suatu hal yang baik jika ada upaya untuk menyisip atau mendampingi segala kegiatan yang telah dilakukan oleh dua lembaga tersebut. Upaya itu seyogianya dapat semakin memperbaiki sistem dan fungsi bahasa Indonesia, sehingga bahasa ini tidak semakin rusak. Atas pertimbangan itulah buku kecil ini diturunkan, dengan sasaran utama para mahasiswa. Mereka dicadangkan akan menjadi kaum terpelajar yang cerdas dan kreatif, sehingga akan memainkan peranan besar dalam bidang bahasa dan kebudayaan. Jika mereka ini dapat diarahkan kepada suatu pemakaian bahasa yang terpelihara, niscaya bahasa yang dikembangkannya akan terpelihara pula.
Lintasan pertumbuhan dan perkembangan bahasa Melayu yang kemudian salah satu cabangnya disebut bahasa Indonesia, merupakan suatu hal yang patut dikenal oleh pemakai bahasa Indonesia. Pada satu sisi hal itu akan memberikan semacam penghargaan historis terhadap segala upaya yang telah dilakukan oleh berbagai pihak membina dan mengembangkan bahasa itu, sehingga satu di antaranya telah ujud seperti bahasa Indonesia sekarang ini. Sementara itu hal ini juga akan mampu menimbulkan semangat persaudaraan budaya dalam lingkungan pemakai bahasa di rantau Asia Tenggara.
Tapi yang lebih penting lagi dengan mengetahui bagaimana bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, lalu tumbuh dan berkembang oleh para pujangga dan pengarang, maka pemakai bahasa Indonesia akan menyadari bahwa asas-asas bahasa Indonesia bertumpu pada bahasa Melayu. Dengan demikian pokok-pokok bahasa Indonesia seperti pengucapan (lafal) pembentukan kata, pola kalimat dan perbendaharaan kata tentulah berpijak kepada bahasa Melayu. Karena itu untuk memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik, prinsip-prinsip tersebut hendaklah diketahui, dikuasai dan mahir memakainya.
Dewasa ini ada tiga perkara yang amat mendesak sekali diperhatikan dalam pembinaan dan pemeliharaan bahasa Indonesia. Pertama, bahasa Indonesia belum punya semacam pedoman pengucapan. Pengucapan bahasa Indonesia sebagian besar diwarnai oleh dialek atau bahasa daerah masing-masing pemakai. Hal ini cukup merugikan dalam jangka panjang, sebab akan merusak sendi-sendi bahasa itu. Persatuan bangsa Indonesia yang amat didambakan justru tidak dapat tecermin dalam kehidupan bangsa, sebab tiap suku berbahasa Indonesia dengan logat daerah atau sukunya.
Padahal, seseorang dikesan sebagai bangsa Indonesia, hendaklah terpancar dari bahasa Indonesia yang dipakainya. Jika bahasa Indonesia yang dipakainya masih membayangkan kesukuannya, maka keindonesiaan dalam bidang bahasa belum lagi ujud. Padahal inilah alat pemersatu bangsa yang paling ampuh. Jika seseorang memakai bahasa Indonesia, tidak terkesan lagi kesukuannya, maka barulah orang itu tampil sebagai bangsa Indonesia yang sempurna.
Kedua, dalam bidang semantik (arti kata) bahasa Indonesia amat lemah. Sejumlah kata yang sepintas lalu terkesan sama, sering dikacaukan begitu rupa oleh pemakainya. Akibatnya kadar logika bahasa Indonesia kurang baik. Sementara di sampingnya sering terjadi kesalahpahaman, sehingga bahasa itu kurang komunikatif.
Ketiga, akronim yang berupa singkatan kata yang dibuat sesuka hati, muncul tak terkendali, sehingga menjadi musuh yang amat berbahaya bagi pembinaan dan pemeliharaan bahasa. Berbagai akronim itu sepintas lalu memang memperkaya bahasa Indonesia, tetapi kenyataannya lebih banyak melumpuhkan kemampuan bahasa Indonesia memberikan komunikasi yang efektif. Yang selayaknya muncul adalah kata-kata baru yang ujud sebagai hasil daripada kegiatan budaya, yang memang menuntut adanya nama-nama baru. Bukan kegiatan menyingkat kata, yang hasilnya membingungkan masyarakat.
Ketiga masalah ini benar-benar memberikan ancaman terhadap pemeliharaan bahasa Indonesia. Jika tidak segera ditanggulangi dari sekarang, tidak mustahil bahasa Indonesia semakin terlantar. Tumbuh liar bagaikan semak belukar. Sebab, asas-asas yang dimilikinya yang sebenarnya tidak lain dari jati dirinya, sudah tercabik-cabik. Keadaan itu akan melemahkan fungsinya, baik sebagai bahasa resmi, bahasa nasional, maupun sebagai bahasa budaya.
Menimbang keadaan itulah buku kecil ini mencoba memberi arah, bagaimana dapat memperoleh suatu kemampuan berbahasa yang baik. Memang harus diakui, bahan-bahan yang disajikan masih banyak kekurangan, terutama dalam jumlah materi latihan. Hal itu dilakukan agar terbuka peluang untuk mengembangkan model-model latihan tersebut, sehingga pemakai bahasa (mahasiswa) mendapat peluang mengembangkan kreativitas bahasanya. Dengan demikian, berbagai aspek kemampuan berbahasa itu, seperti pengucapan (lafal), arti kata, logika kalimat, pemahaman, menulis (mengarang dan membuat ringkasan), berbicara dan sebagainya, dapat dikembangkan secara terpadu, sehingga diharapkan mencapai kemampuan yang maksimal.
Tentu saja apa yang diharapkan ini, akan ditentukan oleh berbagai keadaan. Bahkan juga tidak mustahil, jika dikatakan muatan buku kecil ini masih terlalu tidak seimbang dengan sasaran yang dihadapinya. Sementara itu ada pihak yang mengharapkan kemahiran orang berbahasa sedapat mungkin bisa seperti kemahiran dalam bidang ilmu pasti alam. Ini tidak mungkin. Meskipun bahasa itu mem-punyai juga semacam sistem, seperti ilmu-ilmu lainnya, tetapi sifat sistem bahasa tetaplah relatif lebih cair atau labil dibandingkan dengan ilmu pasti alam.
Bagaimanapun juga, dengan segala kekurangan dan kelemahannya, kehadiran buku ini diniatkan untuk ikut mengambil bagian dalam upaya membina dan memelihara bahasa Indonesia, agar kelak dapat menjadi bahasa yang memadai untuk menjawab kebutuhan masyarakatnya. Pada satu pihak bergantunglah kepada kemauan dan tindakan budaya bangsa Indonesia, sedang di pihak lain kenyataan-nya bergantunglah kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.***
(Dari Bahasa Melayu Sampai Bahasa Indonesia, UU Hamidy)