Home / Buah Pikiran UU Hamidy / Payung Hukum Demokrasi, Oleh: UU Hamidy
Foto: wallpaperscraft.com

Payung Hukum Demokrasi, Oleh: UU Hamidy

Allah Subhanahuwata’ala telah menciptakan hidup dan mati dengan tujuan yang benar untuk membuktikan siapakah yang terbaik amalnya. Jika amal manusia di dunia tidak dibuktikan mana yang baik, maka hidup manusia jadi sia-sia sehingga perjalanan hidupnya tidak bernilai. Allah Yang Maha Bijaksana mengutus para rasul untuk menyampaikan akidah dan syariah kepada tiap umat, agar hidupnya bernilai setelah dibangkitkan lagi dari kematiannya. Maka akhirnya Allah mengutus Nabi Muhammad salallahu alaihi wassalam penutup para nabi dengan membawa akidah dan syariah yang sempurna yakni Islam yang bersandar kepada Alquran dan as-Sunnah. Inilah akidah yang benar serta jalan hidup yang lurus yang diridhai Allah. Barang siapa tidak berpegang kepada akidah dan syariah Islam yang sempurna niscaya merugi di akhirat. Perhatikanlah sedikit kenyataannya di panggung dunia.

Pertama, lihatlah bagaimana banyak manusia tidak mau berpegang kepada akidah dan Syariah Islam, padahal tidak diragukan lagi kebenarannya, karena diturunkan dari Allah Yang Maha Bijaksana. Manusia yang memegang kekuasaan dan kekayaan yang diberikan Allah buat sementara, merasa lebih hebat membuat pedoman dan aturan hidup yang mereka sebut demokrasi, dengan alasan kehendak mayoritas rakyat. Manusia yang berasal dari setetes air yang hina ini lebih percaya kepada hukum demokrasi sekuler daripada hukum Allah yang menciptakan alam semesta ini. Manusia yang angkuh itu tidak peduli dengan hari akhirat yang akan menimbang segala amal perbuatan manusia dengan seadil-adilnya di hadapan Allah Yang Maha Perkasa.

Kedua, manusia yang memuja kehidupan dunia yang palsu itu hanya merasa perlu melindungi manusia di dunia dengan payung hukum yang mereka sebut hak asasi manusia (HAM). Karena itu HAM harus berlaku di segala penjuru dunia agar manusia tidak tertindas. Mana mungkin manusia dapat terhindar dari bencana dan penindasan jika manusia hanya tunduk kepada aturan buatannya sendiri yang mudah dipermainkan sementara tidak takut kepada Allah yang mendatangkan bencana dan keselamatan. Memandang manusia dapat diatur dengan hukum demokrasi buatan manusia berarti memandang Allah tidak berkuasa terhadap manusia dan alam semesta. Dan itu adalah pandangan yang batil, karena mustahil Allah yang menciptakan alam semesta tidak mengatur dan berkuasa terhadap segala makhluk-Nya.

Ketiga, hukum dunia demokrasi yang dipayungi oleh HAM itu ternyata selalu kalang-kabut menghadapi berbagai bencana dan kejahatan. Ini terjadi karena bencana dan kejahatan itu mendahului hukum yang dibuat manusia. Setelah bencana dan kejahatan itu terjadi barulah dibuat aturan atau hukumnya atas dasar payung HAM. Ini berbeda dengan Syariah Islam yang turun dari Allah dan Rasul-nya yang telah dipersiapkan untuk menangkal dan mencegah bencana dan kejahatan sebelum terjadi. Pencegahan itu dilakukan dengan amar makruf nahi mungkar oleh individu, keluarga, masyarakat sampai kepada negara yang dipimpin oleh khalifah atau imam yang menjalankan pemerintahan dengan berpegang kepada Syariah Islam.

Jika bencana dan kejahatan terjadi juga, maka akan diselesaikan dengan adil dan benar, memberi sanksi yang tegas terhadap segala macam kejahatan. Karena itu Syariah Islam sudah terbukti dalam sejarah sangat ampuh menghadapi berbagai kejahatan, sehingga umat manusia merasa tentram dengan perlindungannya.

Keempat, akal sehat manusia mengakui yang obyektif lebih baik daripada subyektif. Hukum sekuler dengan payung HAM itu sebenarnya subyektif, sebab terbatas dan terpengaruh oleh keadaan, ruang dan waktu. Sebaliknya, Syariah Islam itu benar-benar murni dan obyektif sebab ilmu Allah tidak terbatas dan terpengaruh oleh apapun juga. Allah tidak punya kepentingan apapun terhadap hukum yang diturunkan-Nya. Syariah Islam itu semata-mata untuk manusia sebagai bukti kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya, agar terpelihara dunia akhirat. Sedangkan hukum demokrasi sekuler akan selalu kandas setelah berubah keadaan, ruang dan waktu.

Kelima, lihat muaranya hukum buatan manusia dengan payung HAM itu tidak berdaya melindungi manusia dari berbagai kejahatan di penjuru dunia. Hukum yang tidak bersandar kepada Alquran dan as-Sunnah itu hanya membuat manusia jadi liar, hedonis, serakah, sombong dan buas. Lihat bagaimana umat Islam ditindas oleh Amerika Serikat dan sekutunya di Afganistan, Pakistan, Palestina, Syiria dan banyak lagi tempat lainnya. Padahal Amerika berkata dengan congkak sebagai negeri kampiun demokrasi yang memaksakan HAM ke mana-mana untuk kepentingan hegemoninya. Seseorang beragama Islam apalagi yang taat, dengan dalih teroris dengan mudah dibunuh tanpa diperkarakan oleh hukum demokrasi.

Di Indonesia, sampai sampai bulan Juni 2016 sudah lebih dari 120 orang dibunuh hanya dengan dugaan teroris tanpa bukti yang nyata. Tapi payung HAM ternyata tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali hanya sekadar membuat catatan jumlah korban. Lihat Syariah Islam yang berpegang pada hak-batil, halal-haram serta dosa-pahala tidak akan membiarkan kejahatan merajalela. Membunuh manusia tanpa timbangan Syariah Islam adalah batil karena sama dengan membunuh seluruh umat manusia. Sedangkan membunuh seorang muslim tanpa hak adalah lebih berat daripada kehancuran dunia di sisi Allah, dan balasannya adalah jahannam.

Inilah hukum yang benar-benar mampu memberikan perlindungan dan keamanan kepada umat manusia dari berbagai penindasan dan kejahatan. Sebaliknya, penegak hukum sekuler demokrasi tidak akan pernah merasa berdosa apabila tidak melakukan hukum buatan manusia itu. Dia melaksanakan hukum buatan manusia hanya karena patuh kepada perintah manusia yang dari situ dia mendapat gaji atau upah. Karena itu hukum buatan manusia dengan payung HAM tersebut dengan mudah diperalat untuk kekuasaan dan melindungi kekayaan para kapitalis. Maka mengharapkan keadilan dan perlindungan kepada hukum demokrasi dengan payung HAM hanyalah bagaikan mengejar bayang-bayang.***

Check Also

Kadar Islam dalam Tafsir Antropologis Nama Pesukuan di Siberakun Kuantan Singingi, Oleh : UU Hamidy

Allah yang Maha Esa Maha Kuasa menciptakan apapun saja yang Dia kehendaki, sehingga Allah menjadi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *