Banyak orang menyangka, akal pikirannya telah membuat dia lebih mulia dari binatang. Mereka lalai, tidak memperhatikan bagaimana akal pikiran yang digunakan manusia telah melahirkan perbuatan dan karya budaya yang jauh lebih berbahaya daripada tingkahlaku binatang
(Kebudayaan sebagai Amanah Tuhan)
Hanya sedikit sekali yang ingin kaya di dunia oleh ilmu dan teknologi, sedangkan harga dirinya tetap mulia baik di mata manusia dan lebih-lebih di hadapan Tuhan
(Kebudayaan sebagai Amanah Tuhan)
Manusia yang tidak memperhitungkan wahyu Tuhan dalam tingkah dan perbuatannya, malah tidak hanya kehilangan harga diri, tapi juga membawa bencana kepada semua makhluk hidup
(Kebudayaan sebagai Amanah Tuhan)
Jika tidak dipandu dengan wahyu Tuhan, manusia akan selalu cenderung melampaui batas. Perbuatan melampaui batas haruslah disadari sebagai perbuatan konyol. Sebab, berarti menghancurkan diri sendiri
(Kebudayaan sebagai Amanah Tuhan)
Manusia sebenarnya baru dapat menjadi makhluk mulia jika dia melaksanakan perintah Tuhan dalam mempergunakan panca indera dan potensi budayanya. Jika wahyu Tuhan diabaikan, manusia justru dengan perilaku budayanya semakin jahat, sehingga martabatnya berada di bawah binatang
(Kebudayaan sebagai Amanah Tuhan)
Terpesona dengan kesenangan dunia yang palsu niscaya akan mendatangkan penyesalan kemudian hari yang alang-kepalang, sehingga lebih suka menjadi tanah ketika neraca keadilan ditegakkan pada hari berbangkit
(Perangkap Demokrasi dan Bunga Kehidupan)
Dengan sekulerisme, demokrasi menafikan hak Allah Yang Maha Perkasa mengatur alam raya serta segala makhluk. Dengan sekulerisme, demokrasi memberi hak penuh kepada manusia mengatur dirinya dan dunia, dengan aturan sesuka hatinya. Mereka tak menyadari lagi, bahwa langit dan Bumi serta segala makhluk berada dalam kekuasaan Allah’
(Perangkap Demokrasi dan Bunga Kehidupan)
Manusia abad ini tidak menyadari bahwa demokrasi yang dipuja-puja sebagai jalan hidup telah mengurung mereka dalam satu perangkap. Demokrasi telah membuat umat manusia berada bagaikan katak di bawah tempurung
(Perangkap Demokrasi dan Bunga Kehidupan)
Jadi sebenarnya, demokrasi membuat manusia jadi bonsai alias kerdil. Tidak punya pandangan hidup yang luas melampaui jagad raya serta perhitungan yang panjang lagi teliti tentang makna kehidupan
(Perangkap Demokrasi dan Bunga Kehidupan)
Potret dunia:
Rarak digugua di balai nan godang
Nan batiang tore jilatang
Basondi garoman gaja
Baporan si akar lundang
Batabua si puluik-puluik
Bagondang siliguri
Bagotang jo jangek tumo
Digugua jen ikuar moncik
(Masyarakat Adat Kuantan Singingi)
Tipologi Puak Melayu:
Piwua pilin urang Minang
Kore orang urang Kampar
Labo kek poruik di Kuantan
Budi bahaso di Malako
(Masyarakat Adat Kuantan Singingi)
Dunia baru mempunyai makna bila diarahkan pada pengabdian kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Kepada Tuhan itulah harus terarah segala perbuatan. Kepada Yang Maha Rahman itulah harus tertuju kerinduan yang sejati. Sebab kita ingin kembali kepada-Nya dalam keadaan ridha dan diridhai, agar dapat bertemu dengan-Nya sebagai punca dari segala kebahagiaan
(Masyarakat Adat Kuantan Singingi)
Kehidupan masa kini tak dapat dipisahkan begitu saja dari kehidupan masa silam. Tiap zaman akan masuk satu demi satu menjadi masa lampau. Meskipun kehidupan mengalir dan terus berubah, namun tidak semua yang silam pupus dalam kehidupan
(Teks dan Pengarang di Riau)
Jika yang buruk itu belum juga ditinggalkan, tentu kerusakannya akan berlanjut terus sampai hari ini. Inilah yang dibidas oleh bidal Melayu lah bungkuk dek menganyam, dek salah dari mulai’
(Teks dan Pengarang di Riau)
Jika ditukik lagi sampai ke selasar, gambaran masa silam juga bagian dari iktibar. Iktibar harus dibaca bagi yang rindu pada kebijaksanaan
(Teks dan Pengarang di Riau)
Gambaran masyarakat adat puak Melayu di Riau harus didedahkan kepada khalayak. Ini suatu peristiwa sejarah yang benar-benar memilukan dan harus dipertanggungjawabkan. Betapa tidak, karena nasib mereka telah dipermainkan bagaikan habis manis sepah dibuang
(Kearifan Puak Melayu di Riau Memelihara Lingkungan Hidup)
Dalam pemerintahan bangsa sendirilah, terutama kebijakan pemerintah Orde Baru yang ditaja oleh Golkar, justru masyarakat adat diharu-biru. Akibatnya, masyarakat adat terlantar, hutan tanahnya rusak binasa, sehingga kepenghuluannya, pebatinannya atau negerinya bagaikan negeri dikalahkan garuda
(Kearifan Puak Melayu di Riau Memelihara Lingkungan Hidup)
Masyarakat adat yang semestinya dilindungi dan dipelihara kekayaannya, justru malah dipermainkan dengan kata pembangunan, sehingga mereka kehilangan potensinya dan kekayaan mereka berkecai-kecai jatuh ke tangan yang serakah
(Kearifan Puak Melayu di Riau Memelihara Lingkungan Hidup)
Di hadapan mata mereka sendiri, mereka menyaksikan bagaimana rimba belantara, sungai dan lautan yang lestari dalam rentang ratusan tahun, dalam tempo yang singkat berubah menjadi padang tekukur. Sungguh suatu malapetaka yang tak pernah terbayangkan oleh masyarakat adat puak Melayu di Riau
(Kearifan Puak Melayu di Riau Memelihara Lingkungan Hidup)
Pembinaan dan pemeliharaan bahasa Indonesia seyogianya tidak mengabaikan dasar-dasar bahasa Melayu yang telah menjadi jati diri bahasa Indonesia. Sebab bahasa Melayu adalah ibu daripada bahasa Indonesia. Memelihara dasar-dasar bahasa Melayu itu amat penting agar bahasa Indonesia tetap punya dasar yang kokoh
(Dari Bahasa Melayu Sampai Bahasa Indonesia)
Meskipun dari sudut ekonomi daerah Riau tidak lebih daripada padang perburuan, tetapi keberadaannya dalam bidang bahasa dan budaya tidaklah dapat dinafikan. Riwayatnya doeloe pernah mempersatukan Riau, Johor, Pahang dan Singapura
(Bahasa Melayu dan Kreativitas Sastra di Riau)
Bahasa Melayu sebagai ibu bahasa Indonesia telah diasuh dan ditajanya menjadi bahasa yang bermartabat. Mengarang adalah warisan leluhur yang selalu dipelihara. Mereka bersatu di ujung mata pena. Sebab bahasa dipandang sebanding dengan budi. Bila rusak bahasa, binasalah budi…
(Bahasa Melayu dan Kreativitas Sastra di Riau)
Perjalanan nasib daerah Riau perlu dibentangkan kepada khalayak, terutama kepada budak-budak Melayu sebagai pewaris tradisional daerah ini, agar mereka punya pemahaman yang jernih tentang duduk perkara yang sebenarnya. Indonesia merdeka yang direbut dengan darah dan airmata dalam persaudaraan beragam suku, ternyata setelah merdeka, jatuh pada penjajahan elite bangsa sendiri
(Riau Doeloe, Kini dan Bayangan Masa Depan)
Indonesia telah gagal berbangsa dan bernegara, karena negara dan bangsa dibiarkan bagaikan belantara tanpa hukum. Siapa yang berkuasa, kuat, cerdik dan bagak, dialah yang menikmati kekayaan Tanah Air ini
(Riau Doeloe, Kini dan Bayangan Masa Depan)
Masyarakat adat puak Melayu di Riau lumpuh, berhadapan dengan permainan curang para pejabat, elite partai, kaki tangan pemerintah, pemilik modal dan sejumlah orang bagak yang bekerjasama mempermainkan hukum. Riau disadap darah dan nafasnya, sehingga hidup terlunta-lunta
(Riau Doeloe, Kini dan Bayangan Masa Depan)
Sebagai Bumi Allah, siapa saja tentu boleh mencari kehidupan di Riau. Tapi demi kesejahteraan bersama, tentu seyogianya perantau itu tidak sampai melumpuhkan potensi puak Melayu di rantau ini
(Riau Doeloe, Kini dan Bayangan Masa Depan)