Dalam penelitian sastera Melayu abad ke-19 yang ditujukan terutama kepada dua tokoh besar sastera Melayu yakni Raja Ali Haji dari Riau dan Abdullah Munsyi dari Singapura, saya mencari data ke Pulau Penyengat seberang Kota Tanjung Pinang yaitu Raja Hamzah Yunus. Raja Hamzah Yunus adalah informan kunci untuk sastera Melayu di Riau terutama tentang pengarang dari masa Raja Ali Haji sampai pengarang angkatan Rusydiah Klab.
Raja Ali Haji hidup pada abad ke-19 sedangkan Rusydiah Klab berjaya pada penghujung abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Setelah saya dapat mengumpulkan data pada Raja Hamzah Yunus maka saya mau pulang segera ke Pekanbaru. Sewaktu datang ke pelantar pelabuhan di Tanjung Pinang ternyata kapal motor ferry baru akan berangkat ke Pekanbaru tiga hari lagi. Jadi saya kehilangan waktu tiga hari jika harus menunggu.
Sementara itu saya mendapat keterangan bahwa kapal Biram Dewa milik Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kepulauan Riau (Kepri) akan berangkat esok harinya. Saya harus cari jalan dapat menumpang kapal tersebut. Rupanya, orang luar (yang bukan pegawai Pemda Kepri) hanya dapat numpang Biram Dewa dengan izin Sekretaris Daerah (Sekda) Kepri. Kalau begitu halnya, saya harus mencari Sekda Kepri yaitu Bapak Raja Ali.
Saya segera ke kantor Bupati Kepri untuk menghadap Pak Raja Ali. Setelah mengucapkan salam dan mendapat persetujuan untuk masuk maka saya pun menghadap lalu menyampaikan hajat saya, ‘’Maaf Pak Sekda, saya sedikit mengganggu karena keperluan saya tersangkut kepada Bapak. Saya dosen Universitas Riau melakukan penelitian di Pulau Penyengat, minta data pada Raja Hamzah Yunus. Data yang diperlukan sudah cukup, saya ingin segera pulang ke Pekanbaru. Ternyata, kapal ferry baru ada ke Pekanbaru tiga hari lagi. Sebab itu, saya mohon kebaikan Bapak kiranya saya dapat menumpang Biram Dewa yang kabarnya berangkat besok. Karena saya tidak pegawai Pemda Kepri maka saya bersedia membayar apa-apa yang saya terima ketika menumpang kapal tersebut dari Tanjung Pinang ke Pekanbaru.’’
Pak Raja Ali memandang dengan wajah heran kepada saya, lalu berkata, ‘’Kamu main-main!’’
‘’Tidak Pak, saya sungguh-sungguh bicara kepada Bapak.’’
‘’Ya, saya heran. Sebab orang macam kamu ini biasanya datang ke Pinang, menghadap saya minta macam-macam. Mulai dari uang saku, sewa hotel, sampai tiket pulang. Kalau perlu tiket pesawat.’’
‘’Begini Pak. Saya dapat uang belanja dari uang penelitian saya yaitu dari Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia di Jakarta. Sebab itu, saya in syaa Allah dapat membayar semua keperluan saya ketika menumpang Biram Dewa itu, sehingga saya tidak memberatkan bagi Pemda Kepri.’’
Kemudian Pak Raja Ali dengan tenang berucap, ’’Sudahlah, besok saya tunggu saya di pelantar, di mana Biram Dewa merapat.’’
Kepada kapten kapal, Pak Raja Ali segera menelepon, ‘’Besok pagi tunggu saya di pelantar. Kapal baru berangkat setelah saya besok in syaa Allah tiba di sana.’’
Besok pagi saya sudah berada di pelantar dekat Biram Dewa merapat. Tidak lama kemudian, Pak Raja Ali datang. Saya menyambutnya dengan segera begitu pula kapten dan awak kapal. Sambil memegang bahu saya Pak Raja Ali berkata, ‘’Ini teman kita dari Universitas Riau, melakukan penelitian di Pulau Penyengat. Dia menumpang Biram Dewa ke Pekanbaru. Harap bantu dia sepenuhnya di kapal.’’ ***