Allah Ta’ala menciptakan manusia dan jin untuk menyerahkan diri beribadah hanya kepada-Nya saja. Bagaimana cara beribadah yang benar, Allah mengutus Nabi (Rasul) menyampaikan perintah dan larangan Allah kepada manusia. Perintah dan larangan ada dalam wahyu Allah kepada Nabi. Maka Nabi menjelaskan dan menerapkan wahyu itu dengan perkataan dan perbuatannya. Nabi menjadi model atau teladan bagi manusia untuk beragama yang benar.
Perbuatan dan perkataan menuntun beribadah kepada Allah itu disebut as-Sunnah. Maka mengikuti Sunnah Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam itulah cara beragama Islam yang benar. Itulah sebabnya Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam mendapat julukan Junjungan Alam dan Uswatun Hsanah, teladan yang terbaik. Al-Quran dan as-Sunnah merupakan cetak biru Syariah Islam. Model pengamalannya ditampilkan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam melalui pembinaan para sahabat Beliau yang telah membentuk generasi umat manusia yang terbaik di muka bumi.
Setan musuh manusia yang nyata berusaha agar manusia sesat dari jalan Allah sesuai dengan sumpahnya kepada Allah. Setan mengatur tipu daya agar manusia berpaling dari Al-Quran dan as-Sunnah. Manusia yang berpaling dari Al-Quran akhirnya berteman dengan setan. Kemudian setan membuat manusia memandang baik pekerjaan maksiat yang dilakukannya.
Dengan demikian, sesatlah manusia itu karena tidak lagi menjadikan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam sebagai model dalam kehidupannya. Tapi setan belum berhenti, sebab masih banyak manusia beribadah sesuai dengan model tuntunan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam. Lalu setan membuat Sunnah Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam menjadi kabur, dengan cara menghalangi manusia mengenal riwayat Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Keadaan ini membuat penganut Islam tidak lagi beribadah sesuai dengan Sunnah Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam secara utuh. Timbullah beberapa penyimpangan yang dapat disebut bid’ah.
Setelah Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam tidak lagi menjadi uswatun hasanah, model terbaik dalam beragama Islam, maka setan segera mengalihkan manusia untuk melihat model lain. Model lain itu yang terpenting ialah ketua partai atau ketua golongan Islam, ulama, guru, cendekiawan dan para pejabat pemerintah yang memeluk Islam. Maka banyaknya model membuat mudah umat Islam berpecah-belah, sesuai dengan banyaknya aliran atau golongan.
Ukhuwah Islamiyah mulai rapuh. Setan membuat akal licik lagi menghancurkan model selain Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Masing-masing model digoda agar melakukan maksiat. Akibatnya, muncullah pemimpin partai atau golongan Islam yang pembohong dan penjilat. Ulama dan guru yang merokok dan pendusta. Cendekiawan yang sombong, pejabat yang korupsi serta polisi atau tentara yang terlibat kejahatan. Semua model jadi tercemar di mata manusia sehingga hampir tak ada lagi model yang baik untuk diteladani.
Begitulah, sampai pada suatu keadaan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya telah jauh dari pandangan mata, sementara orang dekat terutama para ulama yang seyogianya pewaris Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam juga telah tercemar. Maka hampir tak ada lagi beda antara kehidupan orang Islam dengan orang kafir.
Maka muncullah model-model pujaan dunia yang mendapat julukan bintang, seperti bintang sepak bola, bintang film dan penyanyi sebagai ikon selebritis. Semua model pujaan dunia ini menyesatkan umat Islam dari jalan Allah. Memang masih ada beda lahiriah mengerjakan shalat dan pergi naik haji dengan orang kafir. Tapi para haji ini juga telah ternoda oleh perbuatan riba dan maksiat lainnya. Jadi pesan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam agar umat Islam menyelisihi (membuat beda) dengan orang kafir menjadi jauh panggang dari bara api.
Setelah ini terjadi, setan segera menjungkirbalikkan nilai. Setan memakai media yang dikuasai pihak kapitalis demokrasi sekuler yang anti Syariah Islam, untuk mengelabui umat Islam. Ditampilkanlah berbagai iklan, misalnya iklan rokok diberi slogan pria jantan, peminum bir adalah orang modern dan lain sebagainya. Dengan iklan ini, perilaku maksiat itu punya citra hebat yang disamakan oleh orang awam dengan baik dan berguna.
Padahal penampilan pria jantan itu sebenarnya bukan oleh rokok, tapi oleh penampilan janggutnya. Janggut para pejuang Islam itu membuat musuh-musuhnya jadi gentar, sehingga ketar-ketir menghadapi perang-tanding melawan kaum muslimin di medan jihad. Namun media sekuler itu segera memberi label teroris pada janggut simbol Islam yang mengikuti Sunnah Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam itu, agar dikesan jahat.
Hutang yang semula dipandang aib diganti namanya dengan ‘’kredit’’, lalu diberi citra maju dan kreatif. Maka hutang jadi kebanggaan. Makin terbungkuk oleh kredit atau hutang malah dipandang makin kaya dan hebat. Padahal Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam tidak bersedia shalatkan si mati yang berhutang. Tendangan penalti diberikan dengan negara memberi model hidup berhutang.
Hutang negara malah tidak tanggung-tanggung, sampai tidak kurang Rp10 juta per kepala penduduk negeri. Jika tidak lansai di dunia, siapakah di akhirat yang bertanggung jawab? Tak ada ulama yang mau menjawab. Hutang itu bukan seperti hutang dalam Islam, yang hanya dibayar berapa jumlahnya. Tapi harus dibayar dengan sistem riba, yang dalam Islam diancam kekal dalam neraka. Maka rakyat dan negara berhutang; semuanya hidup dari hutang. Kemudian negara yang berhutang ditindas oleh pihak pemberi hutang, dengan menjarah menguasai sumber daya alam yang sejatinya nikmat Allah kepada rakyat untuk kesejahteraan mereka, agar mau bersyukur kepada Allah.
Sungguhpun umat Islam sudah terpuruk, jatuh hina dan berantakan, tapi setan belum lagi menyelesaikan targetnya. Setelah setan menyesatkan sebagian besar umat Islam sebagai sasaran utama, seperti janjinya pada Allah, setan masih punya ambisi memberi pukulan telak agar umat manusia terutama pemeluk Islam menjadi pembangkang terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Maka setan menghasung orang kafir berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh. Merebaklah budaya maksiat di negeri orang kafir. Mereka hidup dengan sistem riba berlipat-lipat, melegalkan pelacuran dan homoseksual, membuat casino tempat judi, menyuburkan pornografi untuk iklan bebas hubungan seksual serta penarik wisatawan, membangun pabrik minuman keras dan masih banyak lagi maksiat lainnya seperti aborsi.
Semua budaya maksiat ini bagaikan dihempaskan ke muka umat Islam supaya mereka kehilangan akal sehat yang dipandu iman, meninggalkan Al-Quran dan as-Sunnah tempat berpegang yang kokoh dalam kehidupan. Agar mereka bodoh seperti hewan ternak sehingga akhirnya menjadi kafir. Tidak ada lagi yang berani mengatakan dengan lantang, ‘’inilah jalanku yang lurus dari Tuhanku mengikuti panduan Al-Quran dan jejak Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam bersama para sahabatnya’’.***