Allah Swt selalu sibuk mengurus makhluk-Nya. Allah tidak mengantuk, apalagi tidur dan lalai. Dia sepanjang waktu mendengar permohonan segala makhluk-Nya. Allah juga sepanjang waktu bersedia menerima taubat hamba-Nya yang hendak kembali kepada jalan yang lurus. Hidup dengan syariah Islam, berpedoman kepada Alquran yang menjadi undang-undang kehidupan umat manusia serta mengikuti tuntunan Nabi Saw dengan menjalankan sunnah Beliau dengan sungguh-sungguh. Tiap peristiwa di jagad raya ini akan memberi tanda kepada sifat-sifat keagungan Allah sebagaimana tersebut dalam asma-ul-usna. Segala sifat keagungan Allah itu bagaikan sudut-sudut berlian yang memancarkan cahaya dari setiap sisi dengan keindahan yang tiada bandingan.
Allah menjelaskan lewat Alquran bahwa hanya Dia yang berhak secara benar untuk diibadahi, karena Dia-lah Maha Pencipta, Maha Kuasa dan Maha Pengatur. Dia-lah yang membuat dunia ramai dan lengang. Dari angka kelahiran jumlah umat manusia terkesan bertambah. Tetapi jumlah itu sebenarnya akan berkurang terus oleh angka kematian. Jumlah manusia yang hidup dapat bertambah dan berkurang, tetapi jumlah manusia dalam kubur selalu bertambah, tidak pernah berkurang. Tetapi sayang umat manusia tak mau memperhatikan betapa semua anak cucu Adam ini akan masuk ke dalam kuburan. Dengan kebebasan yang diberikan oleh sistem demokrasi, kebanyakan manusia menghabiskan waktu bersorak-sorai, bergembira-ria mengikuti berbagai pesta demokrasi yang ramainya bertanding dengan ramainya penonton sepak bola dan konser musik. Mereka telah lalai memperhatikan kebesaran dan kekuasaan Allah baik pada dirinya maupun pada alam raya ini. Mereka tak mau mengingat kematian yang bisa tiba setiap waktu. Dengan demokrasi, kematian tidak lagi dipandang sebagai perjalanan hidup dari dunia menuju akhirat. Demokrasi hanya memandang kematian sebagai pergantian peluang, sebagaimana sehelai daun yang gugur akan digantikan oleh daun muda yang baru.
Sungguhpun dunia demokrasi telah membuat manusia hingar-bingar, bersorak-sorai menari dan bernyanyi sampai lupa diri, namun dalam kehidupan juga berlangsung keadaan yang semakin lengang. Dunia akan terasa semakin lengang sejalan dengan pertambahan umur. Dari masa kanak-kanak kemudian remaja sampai dewasa akan terasa dunia semakin ramai. Tetapi setelah umur 40 tahun, keadaan akan berbalik. Mulailah timbul rasa lengang. Mula-mula mungkin merasa lengang karena kematian ibu-bapa, lalu disusul oleh berpulangnya saudara dan kaum kerabat. Setelah itu kita ditinggal oleh teman sebaya lalu berlanjut dengan kawan karib dan teman sepekerjaan. Akhirnya hampir tak ada lagi orang yang datang mengunjungi kita atau sebaliknya hampir tak ada lagi siapa yang dapat kita kunjungi untuk bersilaturahmi. Maka terasalah bagaimana kita hidup dalam keadaan lengang serta merasa sepi karena tak ada lagi lawan bicara.
Kita akan menyesal mengikuti lenggang-lenggok dunia yang semakin mabuk oleh keramaian yang membuat umat manusia semakin sesat dari jalan Allah. Tetapi insya Allah kita akan selamat mengikuti orang yang dipandang asing karena mengikuti sunnah Nabi Saw dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Karena itu patut kita perhatikan di samping ada rasa lengang dalam keadaan masyarakat, masih ada lagi keadaan lengang pada tingkat keruhanian. Hamba Allah yang taat dan patuh terhadap Allah dan Rasul-Nya ternyata suka tidak suka menghadapi dunia yang semakin lengang. Ini terjadi, karena demokrasi yang dirangkai dengan sekularisme dan kapitalisme telah menampilkan golongan penguasa, pemilik modal dan pemegang senjata. Ketiganya telah menguasai dunia dengan mempergunakan hukum yang tunduk kepada hawa nafsu, sehingga dengan hukum thagut itu mereka dapat menindas rakyat sesuka hatinya. Rakyat jelata yang mencari kehidupan dengan harapan mendapat keridhaan Allah akan tersingkir dalam pertarungan hidup dunia itu.
Sungguhpun begitu, hamba Allah yang rendah hati yang merasa lengang dalam panggung dunia atau kesepian dalam pergaulan masyarakat, hatinya tetap tentram dengan mengingat Allah. Hamba Allah yang bertakwa yang hidup dalam kesepian itu tidak mencari nikmat hidup pada harta, jabatan, pangkat dan kemasyhuran, tetapi pada niat dan keikhlasannya beribadah kepada Allah. Dia bersyukur mendapat berkah dan bersabar mendapat musibah. Hatinya berada dalam keadaan cemas dan harap menghadapi kematian. Dia berharap akan mendapat keridhaan dari Tuhannya, tapi juga cemas kalau tak mendapat keampunan-Nya.
Hamba Allah yang lengang dalam medan keruhanian itu memang sulit mencari sahabat yang sama-sama berkasih sayang karena Allah dan juga sama-sama membenci karena Allah. Insan yang tawaduk ini tidak mudah mendapatkan teman yang dapat diajak untuk sama-sama berpesan kepada kebenaran serta berpesan pada kesabaran. Insan yang lengang di dunia serta kesepian dalam pergaulan ramai itu tidak mengukur baik buruk dari selera hawa nafsunya sebagaimana kebanyakan umat manusia berpandangan. Insan yang kesepian dalam keruhanian ini dipandang aneh oleh dunia demokrasi, sebab dia mencegah orang berbuat mungkar dan menganjurkan orang berbuat makruf. Sedangkan demokrasi memberi kesempatan kepada berbuat mungkar dan berbuat makruf demi hak asasi manusia (HAM). Karena itu, dengan keanehannya yang tidak mau terlibat berbuat mungkar, dia akan dimusuhi oleh penganut demokrasi. Sebab dalam hukum demokrasi tidak ada batas yang halal dengan yang haram sebagaimana juga tak jelas mana yang hak dan mana yang batil. Maka dia berjuang melawan hawa nafsunya yang rendah agar dapat bertahan tidak melanggar larangan Allah dan Rasul-nya serta berusaha sungguh-sunnguh melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya untuk mendapatkan keridhaan Allah Yang Maha Pemurah.***