1. Tradisi Kehidupan
Bangsa yang bermartabat niscaya bangsa yang tahu identitas dirinya. Dia tidak hanya sekadar mencari dan mengumpulkan benda dalam hidupnya, tetapi juga berusaha mencari dan mendapatkan makna hidup. Untuk itu dia berusaha mengenal dan menghayati rangkaian nilai-nilai luhur yang mengalir dalam kehidupan masyarakat dan bangsanya.
Asas-asas hidup yang sejati yang ujud dalam nilai-nilai hendaklah selalu mendapat pencerahan dari generasi ke generasi. Inilah yang akan menempa suatu bangsa agar bisa berhadapan dengan tangguh menghadapi bangsa-bangsa lain. Dia tidak jadi bangsa peniru yang buta dan merasa rendah diri dengan nilai-nilai luhur yang dimilikinya, sehingga berbudaya di muka bumi hanya untuk sekeping benda tetapi tak punya makna batiniah. Dia harus mencari kekuatan menghadapi medan dunia dengan memelihara segala nilai-nilai luhur yang telah dimilikinya lalu menyempurnakannya dengan nilai-nilai lain yang paling baik.
Tiap masyarakat apakah dalam bentuk puak, suku bangsa maupun bangsa telah melalui jalan sejarahnya masing-masing. Dalam perjalanan sejarah itu telah terentang pergantian generasi demi generasi. Tapi yang lebih penting dari pada itu bukanlah sekadar pergantian batang tubuh keturunan, yang lebih mustahak ialah proses pembentukan dan penemuan nilai-nilai untuk kehidupan.
Dalam perjalanan sejarah itu telah terbentuk dan ditemukan berbagai nilai yang kemudian diakui dan diterima sebagai pengawal dan pemandu kehidupan. Dengan kawalan dan panduan berbagai nilai itulah tiap puak atau suku bangsa membentuk tradisi kehidupannya. Tradisi kehidupan itu biasanya terbentuk setelah nilai-nilai itu diteruskan dan dipelihara paling kurang dalam 3 generasi, sekitar dalam rentangan 75 sampai 100 tahun, dan seterusnya.
Kehidupan umat manusia telah terentang di dunia ini dari kelahiran sampai kematian. Kalau dilihat dari ujud jasmaninya, maka keberadaan manusia di dunia ini merupakan suatu lingkaran. Bermula dari ketiadaan, lalu menjadi berada dan kembali kepada ketiadaan. Dalam rentangan atau lingkaran itu terangkailah 3 persitiwa penting kehidupan, yakni kelahiran, nikah-kawin dan kematian. Rangkaian semua peristiwa kehidupan itulah sebenarnya yang membentuk riwayat kehidupan seseorang.
Keberadaan tiap insan yang terjalin dengan kehidupan masyarakatnya, telah menyebabkan peristiwa-peristiwa kehidupannya jadi berpilin dengan perkehidupan di mana insan itu berada. Tiap insan ternyata telah dibesarkan dalam jalinan kehidupan masyarakat, karena dia tak mungkin hidup di luar masyarakatnya.
Karena itu dalam perjalanan hidupnya insan itu harus mengenal, memahami, menghayati, menyerap dan mengamalkan nilai-nilai yang terpelihara oleh masyarakatnya. Masyarakat bagaikan tempat berenang oleh seseorang insan dalam hidupnya. Dengan nilai-nilai yang terpelihara dalam masyarakatnya, seorang insan membentuk dirinya, sehingga akhirnya dia menjadi warga masyarakat itu.
Jalinan kehidupan tiap insan dengan kehidupan puak atau suku bangsanya, akan tampak dengan jelas, setelah insan itu melalui 3 peristiwa penting kehidupan tadi. Tiap peristiwa kehidupan biasanya telah berlangsung dengan suatu upacara. Setiap upacara akan meliputi waktu, ruang atau tempat, peralatan, teks (pesan upacara), pelaku dan peserta upacara. Dengan demikian upacara merupakan suatu tradisi yang selalu mengambil bagian dalam rentangan hidup manusia.
Upacara itu adalah suatu kegiatan menyegarkan kembali nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, dalam rangka memberikan pengesahan terhadap berbagai bentuk hubungan sebagai pemberi tanda terhadap tahap-tahap perjalanan kehidupan manusia. Karena itu upacara amat besar perannya dalam membentuk keberadaan seseorang atau suatu kaum dan mampu memberikan sentuhan persaudaraan dalam rasa persatuan.
Mengapa tradisi kehidupan suatu masyarakat bertahan demikian rupa, haruslah dicari jawabannya dalam nilai-nilai yang dikandungnya. Rupa-rupanya tradisi kehidupan yang terjalin dalam berbagai peristiwa penting yang ditandai dengan upacara bermuatan sejumlah nilai.
Di antaranya yang penting untuk batas puak dan suku bangsa ialah muatan nilai-nilai agama, adat dan resam (kebiasaan). Dengan upacara, nilai-nilai itu perlu dipelihara, karena di samping untuk pedoman dan panduan kehidupan, juga menjadi identitas untuk membentuk harga diri dalam suatu semangat persatuan.
Kemudian perlu pula diketahui, bahwa gambaran rentangan kehidupan orang Melayu ini, lebih menekankan kepada sisi kebiasaan yang berlaku dalam berbagai keturunan. Beberapa anak suku mungkin telah meninggalkan beberapa bagian dari ketentuan adat dan resamnya.
Hal itu wajar terjadi sebab bagaimanapun juga sanggamnya tradisi kehidupan (dengan muatan agama, adat dan resam) yang biasanya dipelihara melalui berbagai upacara, namun tetap akan dapat bergeser dan akhirnya berubah oleh pergantian generasi, ruang dan waktu. (bersambung)
(Riau Doeloe-Kini dan Bayangan Masa Depan, UU Hamidy)
Rentangan Kehidupan Orang Melayu di Riau (Bagian 2), Oleh: UU Hamidy