Setelah berhasil meneliti cerita rakyat Aceh tahun 1974 dengan tajuk ‘’Peranan Cerita Rakyat dalam Masyarakat Aceh’’ –yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Jakarta tahun 1977 dalam buku Segi-segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, dengan editor Dr Alfian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)-Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan Nasional (LEKNAS)– UU Hamidy kemudian melakukan berbagai penelitian masyarakat dan budaya di Riau.
Karena upayanya itu, dia ditunjuk menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia untuk Penelitian Ilmu Sosial (HIPIS) cabang Riau. Ini menjadi sebab dia sering pergi ke Jakarta mengikuti seminar ilmu-ilmu sosial yang ditaja oleh LIPI, Pusat Bahasa, Yayasan Ford (Ford Foundation) dan lembaga lainnya.
Pada suatu ketika, UU Hammidy mendapat panggilan dari Ford Foundation untuk ikut seminar di Jakarta. Dalam panggilan itu ditentukan bila berangkat dan juga akan dijemput di bandara. Berangkatlah dia sesuai dengan pesan panggilan itu.
Sementara itu, supir yang menjemput ke bandara telah menyiapkan kertas bertuliskan nama UU Hamidy, yang nanti akan diperlihatkan kepada para penumpang pesawat yang turun, sebab supir belum mengenal tamu yang akan datang ini.
Maka mendaratlah pesawat dari Pekanbaru tersebut. Penumpang turun, lalu supir yang menjemput menyongsong dengan memperlihatkan nama itu kepada penumpang yang berjalan menuju ruang istirahat. Supir membayangkan tamu yang dijemput ini tentulah punya penampilan bukan sembarangan.
Tamu ini tentulah barangkali pakai jas dan tas yang bagus. Atau sekurangnya memakai dasi. Tapi ternyata ketika kertas bertuliskan nama itu dihadapkan kepada lelaki yang diduga kuat sebagai tamu, tidak ada yang mengiyakan. Mereka menggelengkan kepala, seakan mengatakan ‘’bukan ini orangnya.’’
Akhirnya supir pulang ke Jalan Kebon Sirih ke kantor Ford Foundation memberikan laporan kepada pejabat yayasan, bahwa tamu dari Pekanbaru itu tidak datang. Pejabat yayasan, Dr Peter D Weldon, berkata bahwa hampir tidak mungkin dia tak datang, sebab dia sangat kita perlukan sedangkan dia juga amat memerlukan kita.
Berselang sebelum supir itu keluar, tiba-tiba UU Hamidy sudah muncul di depan pintu kantor, setelah turun dari taksi. Peter memandangnya, lalu berucap, ‘’Ini dia tamu kita itu,’’ seraya memberitahukan pada supir yang juga memandang UU Hamidy.
Supir memandang UU Hamidy dengan penampilan yang begitu sederhana, sehingga dia seakan berkata, ‘’Memang bukan dia orangnya sebagaimana dia bayangkan dengan nama orang ini.’’
‘’Tolong bantu tamu kita ini. Dia akan ikut seminar 2-3 hari di Jakarta. Kamu membantu menjemput dan mengantarkan dari tempat penginapan ke tempat seminar setiap hari. Sekarang, antarkanlah dia ke penginapan yang sudah kita pesan untuk dia,’’ begitu perintah Peter D Weldon kepada supir.
Supir mengajak UU Hamidy naik mobil. Sementara itu, dia tampaknya masih berpikir setengah bingung untuk melayani tamu ini, yang ternyata orangnya tidak seperti yang dia bayangkan. Habis, dia memang bukan seperti yang dibayangkan.***