Home / Buah Pikiran UU Hamidy / Bertindak dari Keyakinan, Oleh: UU Hamidy

Bertindak dari Keyakinan, Oleh: UU Hamidy

Manusia sekuler yang menafikan kekuasaan Allah Swt hanya menghandalkan akal pikiran untuk menghadapi tantangan hidupnya. Mereka yakin dengan ilmu dan teknologi berbagai fakta dapat diolah serta dikendalikan. Dalam batas hukum sebab akibat yang diciptakan Allah, memang hal itu dapat dilakukan. Tetapi setelah melampaui sebab akibat, niscaya kandas. Hal ini dapat diketahui bagaimana Raja Namrud mengaku dapat menghidupkan dan mematikan, hanya mampu membuat sandiwara dengan konyol. Dia suruh panggil dua orang remaja kepada algojo, lalu yang satu dibunuh, yang satu lagi dibiarkan hidup. Hal senada pada Fir’aun minta buatkan tangga pada Haman untuk melihat tuhan Nabi Musa as di langit.

Jadi fakta inilah punca masalah manusia sekuler. Ketika mereka dapat mengolah fakta dengan akal pikiran, mereka jadi sombong. Mereka jadi sekuler karena fakta kenyataan alam tidak dipandang sebagai fakta keberadaan Allah. Mereka jatuh kafir atheis, karena mereka baru mau percaya Allah itu ada, jika dapat dilihat faktanya dengan panca indera. Sedangkan Allah untuk menguji manusia tidak dapat dipandang dengan mata. Allah Yang Maha Kuasa sudah cukup memberi bukti keberadaan-Nya dengan bukti segala ciptaan-Nya di jagad raya ini, baik yang dapat dijangkau atau tidak oleh panca indera. Jadi, manusia sekuler tidak bisa membedakan antara Allah itu sendiri dengan fakta ciptaan dan kekuasaan-Nya pada alam raya ini. Karena itu, sampai hari kiamat mereka tidak akan pernah mau diatur dengan hukum Allah yang telah disampaikan dengan sempurna oleh Nabi Muhammad Saw.

Maka, semakin banyak teknologi yang dapat dibuat, makin banyak pula masalah (fakta) yang dapat diselesaikan. Ini menjadi bukti oleh manusia sekuler, manusia tak perlu bersandar kepada kekuasaan Allah di muka bumi ini. Tetapi ketika bencana seperti kabut asap, angin topan, gunung meletus, tsunami, wabah penyakit dan lain sebagainya, akal pikiran dan teknologi tak mampu menanggulanginya. Ilmu manusia hanya mampu membuat teori, tapi tetap tak berdaya mengatasinya. Ketika itu terjadi, manusia sekuler berdalih belum dapat punya data yang lengkap, sehingga belum dapat dibuat teknologi untuk mengatasinya.

Mari bandingkan manusia sekuler menyelesaikan fakta (masalah) dengan manusia beriman. Manusia sekuler hanya menghandalkan akal pikiran dan teknologi untuk mengutak-atik data atau fakta. Manusia beriman menghadapi fakta, pertama-tama dengan keyakinan ini adalah bukti kekuasaan Allah, lalu bersabar menghadapi perkara itu. Mereka menjadikan salat dan sabar sebagai penolong. Setelah itu berikhtiar menghadapi masalah dengan jalan yang benar, serta selalu berharap Allah akan memberikan jalan keluar yang baik. Setelah semuanya ini dilakukan, barulah bertawakkal kepada Allah serta bersiap menerima ketentuan Allah dengan dada lapang. Sebagai ilustrasi, simaklah jalan sejarah bagaimana Sa’ad bin Abi Waqqas ra menaklukkan Persia, Thariq bin Ziyad merebut Andalusia dan Salahuddin Al-Ayyubi memenangkan perang salib. Kalau hanya hitungan fakta di atas kertas, mereka tak akan mampu menyelesaikan tantangan itu dengan sukses. Sa’ad bin Abi Waqqas ra hanya punya 3.000 pasukan yang akan berhadapan dengan pasukan Persia 120.000 tentara. Tetapi akidah dan keteguhan iman telah membangkitkan semangat dan ide yang cemerlang, sehingga perkara besar itu dapat diatasi dengan izin Allah. Itulah kekuatan yang mengatasi kekuatan berpikir manuasia sekuler.

Kemudian perhatikanlah yang paling spektakuler, bagaimana kekuatan iman menggerakkan akal-pikiran, sehingga muncul ide dan gagasan yang melampaui perhitungan fakta. Simaklah dalam sejarah bagaimana Muhammad Al-Fatih, khalifah Turki Usmani menaklukkan kota Konstantinopel, setelah menunggu bisyarah Nabi Saw 825 tahun, yang Baginda Saw bersabda, ‘’Kalian pasti akan menaklukkan Konstantinopel’’. Bisyarah ini berhadapan dengan fakta betapa kokoh dan hebatnya benteng Konstantinopel, sehingga beberapa khalifah dan panglima perang, telah mencoba menaklukkannya. Namun Konstantinopel tetap bertahan dengan megah dan angkuh.

Maka tibalah giliran Muhammad Al-Fatih menghayati bisyarah Rasulullah Saw. Dia telah ditempa dengan iman dan akidah yang kokoh serta berpikir terhadap pasukan perang yang akan melaksanakan bisyarah itu. Setelah dicoba dengan beberapa kali serangan namun gagal, bahkan justru semakin kandas, semakin kuat dia bersandar kepada kekuasaan dan pertolongan Allah. Sebanyak 72 kapalnya tidak dapat memasuki perairan Konstantinopel. Tapi keyakinannya yang lumat 100 persen akan kebenaran bisyarah itu telah mendapat ilham dari Allah, sehingga dengan menakjubkan dia berhasil membuat 72 kapal itu dapat melintasi bukit dalam tempo satu malam. Fakta ini membuat seorang ahli sejarah tentang Bizantium sampai berkata, ‘’Kami tidak pernah melihat dan mendengar sebelumnya, yang luar biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih mengubah bumi jadi lautan dan menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak gunung sebagai pengganti gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang pernah dilakukan oleh Alexander The Great’’.

Pada 29 Mei 1453 dilakukanlah serangan terakhir terhadap Konstantinopel, diiringi kibaran bendera Al-Liwa dan Ar-Raya, bendera Rasulullah Saw putih dan hitam dengan tulisan kalimat tauhid. Muhammad Al-Fatih menginjakkan kaki di gerbang kota dengan ucapan, ‘’Alhamdulillah, semoga Allah merahmati para syuhada, memberikan kemuliaan kepada mujadihin serta kebanggaan dan syukur kepada rakyatku’’. Demikianlah keyakinan bertindak orang beriman, bukan dari hasil analisis fakta semata. Analisis manusia sekuler hanya berpijak kepada ruang dan waktu dengan mengandalkan teknologi. Sedangkan analisis insan yang beriman berpijak kepada wahyu Allah kepada Rasul-Nya, yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Bisyarah Nabi Saw bukan dibuat dari fakta, tetapi dari wahyu Allah, yang mustahil Allah akan mengingkarinya.

Lantas perhatikanlah kualitas zahir ibadah Muhammad Al-Fatih. Sewaktu dia memimpin pasukan menaklukkan Konstantinopel, umurnya baru 21 tahun. Sejak akil balig dia tak pernah tinggal salat lima waktu berjamaah, tidak pernah alfa salat rawatib serta tidak pernah lalai salat malam. Dalam keyakinannya, Konstantinopel itu telah takluk, tatkala Nabi Saw mengucapkan bisyarahnya, ‘’Kalian pasti akan menaklukkan Konstantinopel’’. Fakta Konstantinopel takluk hanyalah susulan saja. Jadi keberhasilan orang beriman itu tetaplah bertumpu kepada akidahnya yang kokoh, melaksanakan Syariah Islam dengan totalitas, berikhtiar dengan bersandar kepada pertolongan Allah, serta menjauhi perbuatan maksiat yang dapat menghancurkan segala amal saleh.***

Check Also

Kadar Islam dalam Tafsir Antropologis Nama Pesukuan di Siberakun Kuantan Singingi, Oleh : UU Hamidy

Allah yang Maha Esa Maha Kuasa menciptakan apapun saja yang Dia kehendaki, sehingga Allah menjadi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *