Allah Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta lagi Maha Pengatur telah menciptakan alam semesta dan seisinya dengan fitrah. Apa yang ada di langit dan bumi, selalu bertasbih memuji Allah dan mengakui bahwa tak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain daripada Allah Yang Maha Esa. Allah-lah yang mencipta, mengatur dan semua urusan akan kembali kepada-Nya, sebab Dia-lah yang berhak menentukan hukum atau keputusan. Tidak ada satupun akan terjadi, kecuali hanya dengan kehendak dan izin Allah Yang Maha Perkasa.
Maka dalam fitrah penciptaan itu Allah Yang Maha Bijaksana mengilhamkan kepada jiwa manusia ketakwaan dan kejahatan. Terpulang kepada manusia, dia mau memilih yang mana, sebab Allah tidak akan menzalimi hamba-Nya. Beruntunglah manusia yang membersihkan jiwanya, yaitu menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah dan Rasul-Nya. Beruntunglah manusia yang mengikuti jalan dengan panduan Syariah Islam yang akan memberi keselamatan padanya baik di dunia dan lebih lagi di akhirat.
Pada belahan lain merugilah manusia yang mengotori jiwanya. Tidak mau berpegang kepada perkataan yang benar dalam Alquran serta tak mau menerima petunjuk yang baik dari Junjungan Alam Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Manusia jenis ini benar-benar tidak sadar akan dirinya yang hina lagi tidak berdaya di hadapan Allah. Dia berani di dunia menentang hukum Allah dan Rasul-Nya. Dia menolak aturan Syariah Islam yang memberi panduan hak-batil, halal-haram serta dosa-pahala.
Manusia yang menentang fitrah penciptaannya tidak mau hidup beribadah kepada Allah. Dia lebih percaya kepada panca indera dan akal pikirannya yang begitu terbatas. Dia terperangkap oleh hawa nafsunya sebab pikirannya itu kemudian dikendalikan oleh nafsunya. Dia membuat aturan sesuai dengan kehendak orang banyak yang kemudian disebut demokrasi. Dalam demokrasi manusia hanya bernilai oleh kekuasaan, harta dan penampilan. Tidak oleh ketakwaannya.
Demokrasi hanya mengenal baik-buruk serta berguna tidak berguna dari timbangan pikiran dan hawa nafsu, bukan dari timbangan Alquran dan as-Sunnah. Karena itu demokrasi yang menolak Syariah Islam hanya menggiring manusia menuju kehancuran. Lihatlah deretan panjang sejarah umat manusia dalam sejarah yang telah hancur nilai hidupnya, karena tidak mau hidup bersandar kepada Allah Tuhan Seru Sekalian Alam.
Contoh kehancuran yang paling hebat serta paling berbahaya —bahkan tetap berlangsung sampai sekarang— telah ditampilkan oleh Iblis. Iblis hancur kehidupannya oleh kesombongan sehingga dia juga selalu pakai senjata yang berbahaya itu untuk menghancurkan manusia. Dia menurut pikirannya lebih baik atau terhormat daripada Adam, dengan alasan dia diciptakan dari api sedangkan Adam dari tanah.
Jadi Iblis membuat logika sendiri. Ini menjadi bukti bahwa pikiran itu akan melahirkan kesombongan jika tidak dipandu oleh iman. Iblis tak sadar lagi oleh kesombongannya, bahwa yang benar itu hanya yang datang dari Allah Yang Mahab Benar. Bukan dari makhluk yang lemah yang hanya diberi ilmu sedikit oleh Allah Yang Maha Mengetahui.
Jika Iblis hancur karena membanggakan asal kejadiannya, maka Qarun telah hancur karena menyombongkan harta bendanya. Qarun memandang kekayaannya, bukan nikmat rezeki dari Allah Yang Maha Pemurah, tapi dari kehebatannya berusaha, sehingga dia amat mengagumi dirinya. Baik Iblis maupun Qarun telah dilaknat oleh Allah Yang Maha Perkasa.
Kemudian perhatikanlah nasib nenek moyang umat manusia Nabi Adam dan Hawa. Nabi Adam tergelincir oleh nafsunya yang telah diperdaya oleh Iblis. Dia tergelincir oleh nafsunya sehingga melanggar larangan Allah Yang Maha Kuasa. Pikirannya lumpuh serta akidahnya jadi lemah oleh tipu daya Iblis yang mengaku memberi nasehat kepadanya. Ini memberi bukti bahwa akidah harus bersehati dengan akal sehat menghadapi godaan nafsu. Tapi Nabi Adam beruntung sebab dia akhirnya sadar akan dosanya. Maka Nabi Adam bertobat kepada Allah Yang Maha Penyayang.
Manusia yang menentang hukum Allah juga jadi hancur oleh sifat dengki. Riwayat kedengkian ini dimulai oleh peristiwa kedengkian Kabil kepada Habil. Kabil dengki kepada Habil, sebab kurban Habil yang baik dan ikhlas kepada Allah, diterima oleh Allah. Sedangkan kurban Kabil yang buruk lagi tidak ikhlas ditolak oleh Allah Yang Maha Mengetahui. Kedengkian Kabil terhadap Habil malah sampai kepada puncanya, yakni dengan terbunuhnya Habil ditangan Kabil.
Selanjutnya, manusia yang tidak mau taat kepada Allah dan Rasul-Nya menderita kehancuran, karena amarah bersarang di dadanya. Inilah yang diperlihatkan oleh Firaun penguasa Mesir purba. Firaun marah kepada Nabi Musa alaihi salam, karena Nabi Musa alaihi salam hendak menyelamatkan Bani Israil dari perbudakan Firaun dan kaki tangan kekuasaannya. Namun Firaun sempat sadar akan dosanya ketika sudah tenggelam ke dasar laut. Tapi sayang, dia sudah terlambat karena sudah berada dalam keadaan sakaratul maut. Maka suatu pertanyaan kepada jiwa kita, dapatkah kita kiranya terhindar dari kehancuran di dunia dan lebih lagi di akhirat, dengan hidup dalam alam demokrasi ini? ***