Home / Buah Pikiran UU Hamidy / Bahasa dan Sastra / Wajah dan Semangat Hikayat Aceh, Oleh: UU Hamidy
Foto: sagoepostnews.blogspot.co.id

Wajah dan Semangat Hikayat Aceh, Oleh: UU Hamidy

Tuhan Maha Pencipta telah menampilkan jasad sebagai wajah dan ruh sebagai semangat. Begitulah sunnatullah berlaku pada jagad raya ini, sehingga kehidupan jadi bergerak dan berubah serta mengalir dengan semangatnya masing-masing. Hikayat ‘’Malem Dewa’’ telah menggambarkan kehidupan manusia dari tingkat dunia sampai kayangan.

Sepintas lalu bagaikan mitos, tetapi sebenarnya menyimpan semangat bahwa manusia jika mampu menguasai teknologi, dia bisa melahirkan karya yang hebat. Malem Dewa dapat mencapai kayangan yakni planet di atas dunia, hanya tak jelas teknologi apa yang dipakainya.

‘’Haba Jameun Sabab Takabo’’ memberikan ilustrasi kehidupan, bagaimana manusia yang takabur (sombong) harus menembus nasibnya dengan tragis. Merantau memang sudah jadi jalan mengubah nasib. Ibu memberi pesan kepada anaknya agar berkelakuan baik di rantau orang, sedangkan ayahnya mengingatkan jangan kawin di rantau orang. Tetapi, semua pesan dilanyau oleh sang anak. Dia menebus sabab takabonya dengan ironi. Tiap padi dituai jadi hilang, ini bermakna jerih payah tidak berkah, sehingga apa yang dikumpulkan hilang bagaikan asap.

Selanjutnya hikayat ‘’Raja Aceh’’ secara tradisi telah memberi semangat tentang harga diri. Kita harus punya martabat dan harga diri. Manusia yang tidak merasa punya harga diri, apalagi tidak dihargai orang lain, niscaya akan diperlakukan sesuka hati atau mendapat perlakuan zalim. Karena itu, jika nenek moyang telah membangun martabat seperti itu, maka janganlah kita mencemarinya.

Hikayat Aceh ternyata telah menampilkan wajah hidup dunia dan akhirat. Pada belahan dunia hikayat telah membimbing mencari taraf hidup yang layak. Tetapi jika hidup telah sukses, janganlah sebatas hawa nafsu. Jika hidup di dunia hanya sebatas hawa nafsu belaka, bisa mendatangkan bala dan bencana.

Bersabit dengan itu, hikayat memberi arah, jalan yang harus ditempuh adalah hidup mulia dengan iman atau mati syahid menegakkan kalimah Allah. Inilah yang ditampilkan oleh hikayat ‘’Prang Sabi’’. Apalah arti dunia dan seisinya, perjalanan siang dan malam, jika tidak digunakan dalam rangka amal shaleh dan bertasbih kepada Allah. Hikayat ‘’Prang Sabi’’ benar-benar memberikan pandangan hidup yang hakiki kepada pembaca atau pendengarnya, bagaimana mengambil sikap menghadapi medan dunia ini.

Inilah yang membuat rakyat Aceh berani menentukan sikap. Kaphe Beulanda harus dipandang sebagai musuh meupusaka. Mereka berani bersumpah tidak melihat muka kafir, namun berani mati syahid. Bagi Kaphe Beulanda hanya ada satu pilihan; masuk Islam atau diusir dengan kasar. Jika pada belahan Indonesia lainnya (terutama Jawa) Belanda dapat menjajah 350 tahun, suatu hal yang benar-benar memalukan harga diri. Namun tidak demikian untuk Aceh, di Aceh Belanda sampai ke tingkat putus asa untuk menaklukkan Aceh.

Tentara Belanda di Aceh telah tewas dari tingkat prajurit sampai Jendral Kohler. Ini terjadi karena setiap hikayat ‘’Prang Sabi’’ dibacakan akan meledaklah semangat jihad di dada rakyat Aceh, sehingga mereka berlomba-lomba menuju medan perang. Tak heran jika hikayat ‘’Prang Sabi’’ dipandang oleh pengarang Belanda Zentgraaf sebagai ‘’zeer gevarlijke lectuur’’ (karya sastra yang bahaya). Jika belahan Indonesia telah dipermalukan Belanda dengan penjajahan 350 tahun, sehingga kedatangan Belanda telah dipandang dapat mendatangkan bencana. Tidak demikian halnya Aceh. Di Aceh dengan semangat hikayat ‘’Prang Sabi’’, kedatangan Belanda dipandang mengantarkan surga.

Sejak dahulu saudaraku tuan
Kafir tidak di pulau Ruja
Sekarang ini zaman pilihan
Belanda datang antar surga

Berangkatlah engkau ke medan perang. Karena menentang kafir itu diridhai Allah.***

Check Also

Foto : Dokumentasi Bilik Kreatif

Jejak Langkah Pemangku Adat Bersendi Syarak Memegang Teraju Adat di Rantau Kuantan Tempo Dulu, Oleh : UU Hamidy

Allah yang Maha Bijaksana telah memberi kurnia pada manusia berupa mata, telinga, dan hati nurani …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *