Sejumlah karya tulis berupa naskah (baik tulisan tangan, salinan maupun yang telah dicetak) Melayu di Riau tidak akan dapat kita jumpai lagi, sekiranya tidak ada usaha dokumentasi di daerah ini. Meskipun dalam segi dokumentasi ini ada gejala kelengahan atau kelalaian (karena satu dan lain hal) namun daerah Riau tidaklah sampai kehilangan sama sekali akan kekayaan lama tersebut. Hal itu bisa terhindar karena ada beberapa pustakawan Melayu di rantau ini yang berusaha menyelamatkan naskah-naskah tersebut.
Pustakawan pertama yang layak disebutkan namanya ialah Muhammad Yusuf al Ahmadi, yang telah mampu membuat perpustakaan Kutub Khanah Marhum Ahmadi. Perpustakaan ini diurus oleh pengurus Masjid Pulau Penyengat. Dalam tahun 1981, naskah-naskah perpustakaan ini telah didaftar oleh Hasan Junus sekitar 166 buah naskah.
Pustakawan berikutnya ialah Raja Haji Abdullah alias Abu Muhammad Adnan. Perpustakaan pengarang Riau yang amat produktif ini, cukup kaya. Tetapi sayang pernah terbakar perpustakaan milik beliau tahun 1923, sehingga dua pertiga kitabnya punah dimakan api. Satu di antara kitab yang terbakar itu konon Kitab Pengetahuan Bahasa karya Raja Ali Haji, sehingga tinggal lagi sisanya sampai huruf ‘’ca’’ saja (seperti yang diterbitkan tahun 1926). Perpustakaan ini berada di rumah penulis di Pulau Penyengat. Didirikan sekitar awal abad ke 20. Sekarang sisa-sisa perpustakaan tersebut dilanjutkan pengelolaannya oleh Raja Abbas bin Abdul Mutalib dan Tengku Abdul Kadir.
Raja Haji Ali atau disebut juga Raja Haji Ali Pulau (karena bermukim di Pulau Tujuh, laut China Selatan) mempunyai koleksi naskah Riau di Singapura. Perpustakaan itu dibina sejak tahun 1909 sampai sekarang. Naskah perpustakaan tersebut banyak diterbitkan oleh percetakan Riau di Singapura yang bernama Al Ahmadiah Press.
Koleksi ini kemudian ditangani oleh Raja Haji Umar dan pada tahun 1985 berada di bawah naungan Raja Haji Muhammad Yusuf Ahmad, manajer Al Ahmadiah Press di Singapura. Tetapi naskah-naskah ini diduga keras terancam musnah, karena percetakan tersebut sekarang ini makin tidak dapat bertahan. Sementara itu, pemerintah Singapura tidak mempunyai perhatian akan barang peninggalan pengarang Melayu yang demikian.
Perpustakaan berikutnya ialah perpustakaan Madrasatul Mualimin di Pulau Penyengat juga, dengan pustakawan Raja Haji Muhammad Yunus Ahmad. Sebagian di antara koleksi perpustakaan ini dibawa oleh beliau ke Johor, tempat beliau bermukim. Sedangkan sebagian lagi menjadi milik kedua putranya: Raja Hamzah Yunus dan Hasan Junus.
Dalam tahun 1980, Raja Hamzah Yunus mendirikan perpustakaan Yayasan Kebudayaan Inderasakti di Pulau Penyengat. Koleksi perpustakaan itu berasal dari koleksi pribadi naskah-naskah milik Raja Hamzah Yunus. Dalam tahun 1985, katalog naskah dan bahan-bahan lain yang disimpan perpustakaan itu tidak kurang dari 100 macam.
Di Daik Lingga, ada perpustakaan pribadi Tengku Saleh, yang dibina sejak tahun 1920. Koleksi ini berisi naskah-naskah Riau. Kemudian diurus oleh Tengku Bun Abu bakar. Di Meral Pulau Karimun (Riau), didirikan tahun 1920 perpustakaan pribadi Raja Haji Murad. Perpustakaan ini juga menyimpan koleksi naskah-naskah Riau. Perpustakaan itu selanjutnya diteruskan oleh Raja Haji Abdullah Karimun dan Raja Haji Asyura di Tanjung Batu, Pulau Kundur.
Perpustakaan (Raja) Hasan Junus yang telah lama dibinanya secara diam-diam, juga makin banyak koleksinya. Sebagian di antara koleksi itu diteliti terus oleh budayawan ini, dan telah diterbitkan satu di antara kegiatannya selama ini, yaitu kitab Pohon Perhimpunan (karya Raja Ali Kelana) terbitan Bumi Pustaka Pekanbaru 1982.
Di daerah Rantau Kuantan, patut disebutkan perpustakaan Tengku Kuantan. Perpustakaan beliau ditaksir ada sekitar 50 buah, yang sebagian besar berbahasa Arab. Perpustakaan itu dibina oleh rahimahullah sejak tahun 1920-an. Besar kemungkinan beliau mempunyai karya tulis. Tetapi karena perpustakaan itu dalam keadaan berserakan di atas loteng rumahnya, masih belum dijumpai karya beliau.
Tuan Guru Abdurrahman Siddik di Sapat, Inderagiri Hilir juga mempunyai perpustakaan. Sebagian menyimpan karya-karya beliau, sebagian lagi menyimpan kitab-kitab berbahasa Arab. Perpustakaan itu banyak yang berpindah tangan, meskipun sebagian di antaranya masih disimpan oleh putra beliau yang bertindak sebagai imam Masjid Sapat. Raja Muhammad mempunyai perpustakaan pribadi di Tanjung Pinang. Perpustakaan itu banyak yang berbahasa Belanda, tetapi ada yang mempunyai hubungan dengan Melayu Riau.
Masih ada beberapa pustakawan yang mempunyai koleksi naskah-naskah Melayu kuno. Di antaranya yang patut disebutkan ialah, Tenas Effendy (yang mempunyai beberapa naskah Siak dan Pelalawan), OK Nizami Jamil (mempunyai naskah melayu kuno belahan Siak), Mahidin Said (mempunyai naskah Melayu daerah Rambah), Wan Saleh Tamin (naskah Kerajaan Tambusai), Mohd Daud Kadir (mempunyai naskah Riau Lingga) dan Suwardi MS (agaknya menyimpan beberapa naskah yang pernah dikumpulkan oleh Tim Sejarah Riau, tahun 1970-an).***
(Naskah Melayu Kuno Daerah Riau, UU Hamidy)