Karena sialang dapat diartikan sebagai kayu besar tinggi yang dipakai oleh lebah untuk bersarang, maka ternyata apa yang disebut pohon atau kayu sialang tidaklah hanya merupakan satu jenis saja. Di daerah petalangan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau paling kurang ada tiga jenis kayu yang bisa tergolong kepada kayu sialang. Ketiga jenis kayu itu ialah :
1. Sulur batang
2. Rumah keluang
3. Cempedak air
Jenis kayu yang disebut sulur batang adalah sejenis kayu yang dalam cerira rakyat disebutkan telah dibawa bibitnya oleh Datuk Demang Serail dari negeri Johor. Dinamai sulur batang karena pohon yang besar tinggi ini sering berganti kulit batangnya. Kulit batang yang barganti-ganti serupa itu tampak seperti sulur pada kulit ular yang juga berganti kulit. Jenis kayu sialang ini mempunyai tanda-tanda :
1. Daunnya halus kecil (oniek daunnyo)
2. Batangnya licin
3. Batang berkelopak-kelopak (inilah yang disebut sulur)
4. Dahannya lampai
5. Tumbuh di daerah bukit
Pohon sialang yang disebut rumah (uma) keluang merupakan kayu besar tinggi juga, yang biasanya kalau lebah tidak bersarang di pokok itu sering didiami oleh keluang (kalong). Karena suka dihuni oleh keluang itulah, pohon kayu itu dinamakan rumah keluang. Tanda-tanda pohon kayu ini ialah :
1. Daunnya lebar
2. Batang tidak bersisik (tidak berkelopak-kelopak)
3. Dahannya pendek, bersiku-siku
4. Tumbuh biasanya di lereng bukit atau di rona-rona yang tidak berair
Jenis pohon sialang yang ketiga disebut cempedak air. Ini adalah sejenis kayu yang tampaknya mirip dengan pohon cempedak, tetapi tidak berbuah seperti cempedak. Disebut cempedak air, karena batangnya menyerupai pohon cempedak (nangka) dan tumbuh di pinggir sungai-sungai kecil atau rawa-rawa di petalangan.
Jenis pohon ini dapat dikenal dengan tanda-tanda sebagai berikut :
1. Daunnya halus
2. Batangnya licin, putih dan bergetah
3. Dahannya pendek, tapi tidak bersiku
4. Tumbuh di tepi sungai, rawang atau daerah bencah
Dari tiga jenis pohon sialang yang dikenal di daerah petalangan itu, jenis pertama dan kedua merupakan jenis pohon sialang yang banyak disukai lebah. Pada dua jenis pohon itu pernah lebah sialang bersarang dalam jumlah sampai 200 sarang. Meskipun begitu, karena yang disebut pohon sialang adalah kayu besar tinggi yang dijadikan lebah untuk bersarang, maka kayu-kayu lain pun dapat juga menjadi pohon sialang. Di daerah pinggiran batang Kuantan, Riau, kayu pulai dan jelutung bahkan juga pohon kedundung yang tinggi, bisa menjadi pohon sialang. Di daerah petalangan, kayu kempas kadang-kadang juga dijadikan oleh lebah untuk tempat membuat sarang.
Penduduk daerah pinggiran hutan rimba di Pangkalan Kuras, membedakan pohon-pohon yang tempat lebah bersarang itu dalam tiga tingkat. Jika jenis kayu yang dapat menjadi pohon sialang itu masih kecil, kira-kira dari baru tumbuh sampai setinggi 5 meter, maka anak kayu tersebut disebut anak sialang. Kalau anak sialang itu sudah besar dan tinggi, tetapi belum lagi menghasilkan madu, dalam arti belum lagi bersarang lebah di batang-batangnya, maka pohon itu disebut kayu sialang.
Ada suatu tanda menurut penduduk di daerah itu, bila kayu sialang sudah cukup umur. Tandanya pada jenis pohon sialang sulur batang, biasanya pada dahan paling bawah, ada yang lapuk sebuah cabang dahan-dahannya, sehingga timbul bekas bungkul (benjolan) pada cabang pohon yang lapuk itu. Dan bagian benjolan atau bungkul itu biasanya amat disukai oleh lebah untuk tempat bersarang.
Besar kayu sialang bermacam-macam. Ada yang diameternya pada pangkal pohon sekitar dua meter, bahkan lebih. Sedangkan tingginya paling kurang 30 meter, sedang kebanyakannya berkisar pada 50 meter. Jika kayu sialang itu telah dihuni lebah yang kemudian menghasilkan madu lebah, barulah kayu tersebut dinamakan sialang. Jadi sialang berarti pula kayu besar tinggi yang telah dipakai oleh lebah untuk bersarang.***
(Rimba Kepungan Sialang, UU Hamidy)