3. Persada Melayu di Riau
Selanjutnya marilah kita perhatikan sebagai pemandangan hidup, bagaimana pantun dalam persada Melayu, yakni dalam kenyataan masyarakat pemakainya. Merantau misalnya, adalah tradisi yang sudah lama berlaku pada berbagai puak Melayu.
Tradisi merantau terbuka lebar bagi puak Melayu, sebab negeri yang menjadi kampung halaman mereka sebagian besar berada di sepanjang aliran sungai, pesisi pantai, daerah kuala, dan pulau-pulau yang memudahkan mereka untuk bepergian ke mana saja.
Keadaan ini membuat mereka mudah merantau dari kampung halamannya ke kampung lain, dari negeri yang satu ke negeri lainnya, bahkan dari pulau ke pulau. Dalam peristiwa kehidupan ini, orang Melayu memberi pesan dalam bentuk pantun 6 baris berikut ini.
Kalau anak pergi ke lepau
Yu beli belanak beli
Ikan belanak beli dahulu
Kalau anak pergi merantau
Ibu cari saudara cari
Induk semang cari dahulu
Betapa rancaknya kandungan nasehat pantun itu. Orang diberi panduan bagaimana menempatkan diri di rantau orang. Dia harus mencari ibu dan saudara di rantau orang, pengganti ibu dan saudaranya sendiri. Begitulah adat bermasyarakat, baru selamat. Tapi harus lebih dahulu dicari induk semang, yakni orang yang bersedia memberi tempat berteduh kepada kita. Dari jasa induk semang kita dapat membaca keadaan rantau itu, sehingga kita bisa berhasil merantau di sana.
Sejak berburu di atas bukit
Banyak anjing makan tulang
Sejak bersepatu tinggi tumit
Bulu ketiak dilihat orang
Inilah pantun yang membidas kenyataan hidup dengan nada jenaka. Orang akan bermartabat atau jatuh marwahnya, niscaya bergantung pada tingkahlakunya sendiri. Nada serupa ini dapat lagi disandingkan dengan liku kehidupan lainnya, seperti pantun di bawah ini.
Elok adik berkutang merah
Bercampur putih dengan merah
Elok balaki guru sekolah
Anak dapat gaji bertambah
Kemudian mari kita perhatikan hamparan kasih sayang dalam berbagai lambang dan kiasan dalam berbagai bait pantun berikut ini.
Air selupak dalam talam
Air di geluk dimandisi
Kuning dirindu tengah malam
Bantal dipeluk ditangisi
Limau manis di tepi ladang
Jatuh melayang selaranya
Hitam manis berambut panjang
Siang dan malam dimabuknya
Tetak rotan tiga hasta
Aku bawa ke koto Kari
Ombak di laut berketika
Ombak di dada sepanjang hari
Elang-elang Si Malin Deman
Beri berekor berkepala
Adik sepantun arloji tangan
Setiap detik takkan dilupa
Dua bait pertama di samping menggambarkan peristiwa kasih-sayang, juga memberi keterangan kepada kita tentang kecantikan pada masa dulu. Pada masa dulu, perempuan yang cantik dapat dikesan dari pantun itu di antaranya yang berkulit kuning, hitam manis dan berambut panjang hingga pinggang.
Sedangkan dalam dua bait pantun terakhir perhatikanlah bagaimana bagusnya cinta dilambangkan dengan ombak lautan. Rupanya getaran atau ombak cinta lebih hebat dari ombak lautan. Sebab ombak lautan berketika (ada waktunya) sedangkan ombak atau getaran cinta sepanjang hari. Kemudian perempuan yang dicintai dilambangkan dengan arloji tangan, dibawa ke mana-mana sehingga detik arloji bagaikan bersuara cinta… cinta… cinta.
Akhirnya marilah kita melihat bagaimana orang Melayu menyadari betapa hidupnya di persada dunia ini akan berakhir juga dengan kematian –baik kematian diterima dengan suka maupun tidak suka. Dan kematian bukanlah akhir perjalanan hidup, tetapi awal dari medan hidup yang kekal.
Kematian harus dilalui sebagai peristiwa yang dahsyat, sebab selepas itu Pemegang Kendali Alam Raya ini yakni Allah Rabbul Alamiin, hendak memberikan balasan yang luar biasa pula terhadap umat manusia. Karena itu dalam pandangan hidup orang Melayu yang islami, masa depan yang hakiki bukanlah hari tua dengan keadaan fisik yang rapuh, tetapi hari berbangkit di Yaumil Makhsyar.
Berhadapan dengan misteri yang maha hebat itu, surutlah segala kemegahan dunia orang Melayu, kepada jalan hidup yang mencari keridhaan Allah. Maka digubahlah pantun oleh orang Melayu yang bermuatan ajaran Islam untuk memberi suluh dan titian menuju alam baka. Hanya insan yang memelihara dirinya dengan ajaran Islam akan selamat mencapai kehidupan kekal abadi. Karena itu pantun tarekat memberi peringatan menuju kehidupan yang abadi itu.
Marilah kita pergi mandi
Mandi jangan berkubang tanah
Marilah kita pergi mengaji
Mengaji jangan membuat fitnah
Jatuh seludang pinang tinggi
Jatuh ke laman raja-raja
Penat sembahyang petang dan pagi
Tidak beriman payah saja
Banyaklah hari perkara hari
Hari Jum’at hari kita
Banyaklah nabi perkara nabi
Nabi Muhammad nabi kita
Rotan seni dibelah empat
Pucuknya menjulai ke seberang
Tuhan dicari takkan dapat
Dia sembunyi di tengah terang
Elok benar masjid Makkah
Tiang di tengah seruang-ruang
Elok benar orang ke Makkah
Haji dapat dosa terbuang
Tebang tebu sampai ke ujung
Tebang rumbia terpangkal-pangkal
Tuntut ilmu kan ganti payung
Payung pendinding api neraka
Hasan dan Husin anak Ali
Mati berperang sabilillah
Semenjak lama ditinggal Nabi
Banyak agama nan berubah
***
(Jagad Melayu Dalam Lintasan Budaya di Riau, UU Hamidy)
One comment
Pingback: Jagad Pantun Persada Melayu di Riau (Bagian 2), Oleh: UU Hamidy – Bilik Kreatif