Visi Riau Pusat Budaya Melayu sampai saat ini masih banyak jadi pertelingkahan daripada jadi tindakan. Karena itu gerak langkah menuju pandangan itu tidak dapat berjalan dengan memadai. Dalam batas-batas tertentu sebenarnya beda pendapat tentang hal itu bisa memberi manfaat. Tapi ketika perbincangan mengenai hal ini lebih banyak memperkeruh ide dan gagasan, tidak mempertajam pikiran, tentulah sangat merugikan. Dengan tidak menafikan para pengarang dan budayawan yang tetap tekun memelihara dan membina budaya Melayu, maka barangkali ada beberapa perkara yang dapat dipertimbangkan untuk mempertajam ide serta menambah semangat bertindak.
Pertama, Visi Riau Pusat Budaya Melayu memang harus selalu dipanaskan menjadi bahan pemikiran, ide dan gagasan bertindak dalam bingkai budaya. Gagasan ini harus dipanaskan terus terutama oleh pemegang teraju pemerintahan di Riau, para penulis, pengarang, seniman dan budayawan sampai para guru. Dari lapisan atas ini kemudian sampai pada masyarakat Riau, sehingga tiap warga dapat mempunyai gambaran yang sederhana tetapi jernih, tentang visi atau pandangan tersebut. Karena itu harus ada semacam pengertian dasar tentang budaya Melayu yang diharapkan oleh visi ini. Budaya yang jadi sasaran ialah semacam gambaran kehidupan yang menampilkan ide, sikap dan tingkahlaku budaya yang mampu memberikan suasana kehidupan yang menyenangkan lahir dan batin.
Kedua, sebagai suatu pandangan (visi) budaya Melayu itu akan disambut serta dihargai, jika pandangan ini mempunyai nilai (keuntungan). Nilai itu, bisa berupa bendawi, dapat pula keruhanian, bahkan juga keduanya. Tanpa adanya nilai serupa itu, orang tidak akan tertarik untuk menyandang budaya Melayu. Sebab, akan dipandang hanya buang tenaga dan pikiran sia-sia belaka. Ketiga, perjalanan visi Riau itu seyogianya berlaku sebagai perjalanan untuk mencapai martabat atau harga diri. Dengan visi itu kiranya orang dapat merasa punya harga diri. Pertama, punya harga diri untuk diri sendiri, bukan merasa hina oleh budaya Melayu tersebut. Budaya Melayu menjadi bagian harga dirinya. Kedua, punya harga diri di mata orang lain. Dengan menyandang budaya Melayu orang dapat dihargai oleh orang lain.
Ketiga, punya harga diri di sisi Allah Swt. Budaya Melayu yang terbingkai dalam penampilan seseorang, dapat menjadi amal saleh baginya. Jadi, bekarya dalam budaya Melayu dapat menjadi ladang amal, sehingga punya manfaat dalam kehidupan dunia serta dapat diharapkan bernilai ukhrawi di akhirat kelak. Inilah kategori yang agaknya dapat dipertimbangkan dalam menempuh Visi Riau Pusat Budaya Melayu. Ketiga kategori ini juga dapat dipakai nanti untuk menandai keberhasilan perbuatan kita.
Keempat, kalau ketiga kategori di atas dapat dipakai sebagai pegangan dasar untuk bertindak, maka barulah dicatat dan dikumpulkan berbagai kekayaan budaya Melayu di Riau. Daftar kekayaan budaya ini hendaklah dipilih, mana yang memang patut dibina, dipelihara dan dikembangkan. Dasar pemilihan harus memperhatikan kategori kedua dan ketiga di atas, sehingga nanti dapat diharapkan akan tampil budaya Melayu yang mampu menjawab tantangan masa kini, masa depan serta sangat istimewa dapat diharapkan menjadi amal baik di akhirat. Budaya Melayu yang sudah terpilih ini harus segera diperkenalkan kepada khalayak, terutama generasi muda yang akan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitasnya pada masa depan. Dalam hal ini buku-buku tentang budaya Melayu tersebut dapat diterbitkan, dapat dibaca di berbagai pustaka terutama pustaka sekolah serta menjadi bahan pelajaran oleh guru di sekolah. Bersabit dengan ini cukup mendesak untuk mendirikan sebanyak mungkin pustaka di Riau, mulai dari perkotaan, perkampungan yang ramai sampai perkampungan yang jauh di pedalaman, bahkan juga pulau terpencil.
Kelima, pemeliharaan dan pembinaan, bahkan juga pengembangan budaya Melayu harus bertolak dari bahasa Melayu. Sebab bahasa adalah alat pendukung budaya. Kekayaan budaya dapat terekam dan tergambar melalui bahasa. Bahasa bayangan masyarakatnya, bahkan juga kualitas dan martabat masyarakat tersebut. Karena itu bahasa Melayu yang terpelihara dengan kualitas budayanya yang tinggi, harus segera diperkenalkan lagi terhadap generasi muda di Riau. Buku bacaan mengenai masyarakat dan budaya di Riau harus dituliskan dalam bahasa Melayu yang terpelihara itu, sehingga mereka diharapkan akan tampil sebagai pemimpin, pengarang, seniman dan budayawan, bahkan juga sedapat mungkin sebagai orang awam, dengan kemampuan bahasa Melayu yang berkualitas. Bahasa Melayu yang terpelihara dengan kualitas tinggi itu, bukan bahasa Melayu dialek yang dipakai sebagai bahasa sehari-hari oleh beberapa puak Melayu di Riau. Bahasa tersebut sampelnya ialah mulai dari bahasa tulis karangan Raja Ali Haji, disusul oleh karya pengarang Rusydiah Klab, berlanjut kepada bahasa Melayu yang lemah gemulai dalam karangan Soeman Hs dan berakhir masa kini pada goresan pena karangan Hasan Junus.
Jadi harus ditegaskan, kita bertolak dari bahasa tulis, sebab bahasa itulah yang mampu memperlihatkan kualitas budaya Melayu yang ranggi, melodis, mengalun bagaikan ombak, bahkan juga anggun bagaikan gunung-ganang –meminjam pena Hasan Junus. Kita tidak bertolak dari bahasa lisan, sebab bahasa itu amat labil dan mudah tercemar oleh perangai yang buruk.
Bertolak dari bahasa Melayu tulis yang terpelihara, kita dapat memperkenalkan kekayaan kosa kata Melayu yang kaya banyak nuansa, kepada generasi muda Riau, sehingga mereka diharapkan tidak memakai bahasa tulis Indonesia dewasa ini yang sudah begitu tercemar oleh berbagai singkatan (akronim) serta pemakaian bahasa daerah maupun bahasa asing tanpa kendali. Mereka sebagai calon penulis muda akan kembali memakai bahasa yang jernih, sehingga misalnya mampu membeda: Ahad-minggu, tunggu-nanti, beda-selisih, tukar-ganti, siap-selesai, bulat-bundar, golongan-gulungan, punca-puncak dan banyak lagi kekayaan ungkapan Melayu yang dapat mencerminkan budaya dari perangai yang mulia.
Dari Riau dapat dibayangkan, akan tampil para pengarang dengan karya yang memakai bahasa Melayu yang terpelihara, oleh kualitas budi pekerti yang tinggi sehingga para penulis dengan izin Allah akan memandang ke Riau untuk menjadi pengarang yang piawai. Terpeliharanya bahasa Melayu di Riau lewat karya para penulis Riau dan juga melalui penampilan karya budaya lainnya, niscaya akan menarik perhatian saudara-saudara kita dari Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Patani di Thailand, Mindanao dan sebagainya. Jika itu terjadi berkat jerih payah kita, maka pintu Visi Riau Pusat Budaya Melayu di Rantau Asia Tenggara insya Allah, sudah terbuka.***