Al-Quran surah Ash-Shaffaat ayat 96 dapat dibaca ayat yang maksudnya; ‘’Allah menjadikan kamu dan apa-apa yang kamu perbuat’’. Penegasan betapa Maha Kuasa Allah Swt. Andai ada sesuatu di jagad raya ini yang bisa menggerakkan dirinya sendiri tanpa kudrat dan iradat Allah, niscaya Allah akan dipandang kehilangan kekuasaan-Nya. Itu mustahil. Sebab, segala sesuatu di alam semesta ini bergantung kepada Allah, tunduk dan patuh kepada-Nya siang dan malam.
Dalam bingkai kekuasaan Allah, manusia telah tampil dalam dua tipe besar yakni yang taat dan yang ingkar. Yang taat ada beberapa tingkat sedangkan yang ingkar ada beberapa tingkat pula. Dengan dua tipologi itu, bergeraklah kehidupan sesuai dengan iramanya masing-masing.
Hikayat Aceh umumnya menggambarkan ragam tipe, sifat, penampilan, tingkahlaku, perangai dan tabiat yang telah menjadi kenyataan daripada kekuasaan Allah itu. Muatan hikayat memberikan iktibar atau pelajaran kepada para pembaca atau pendengar, agar mereka dapat memilih mana yang bernas dan mana yang hampa, mana yang patut diteladani dan mana yang harus dihindari. Jadi sejalan benar dengan ajaran Islam, mengajak manusia kepada makruf serta mencegah kepada yang mungkar. Sebab kehidupan ini sesungguhnya juga telah berjalan bagaikan hikayat. Hikayat sebagai kehidupan dan kehidupan sebagai hikayat.
Simaklah, misal, hikayat ‘’Srang Mayang’’, yang memperlihatkan tipe pemuda dinamis dan egaliter. Dia mau mengubah nasib dengan kemauan bebasnya. Srang Mayang adalah tipe pekerja keras, ulet, tangguh dan penuh perhitungan. Hasilnya, dari seorang pemuda miskin lalu tampil menjadi seorang kaya raya. Tetapi bagaimana jalan nasib Srang Mayang dengan kekayaan yang melimpah itu? Rupanya, semangat kerja keras dan ingin berhasil dalam bidang materi itu, tanpa berpegang kepada iman yang teguh, bukanlah jalan hidup yang benar. Hidup memang memerlukan kerja keras (duniawi maupun ukhrawi). Bagi yang pemalas tak ada tempat di dunia ini, apalagi di akhirat. Karena itu, semestinya kekuatan imanlah yang memberikan semangat kerja keras, sehingga hasilnya melapangkan hati dan menentramkan kehidupan.
Tipe manusia Srang Mayang ini sekarang makin banyak berlaku. Indonesia sudah bangkrut, karena yang muncul dari pendidikan Pancasila yang tidak diisi dengan nilai-nilai Islam, adalah manusia yang pintar tapi licik dan serakah. Yang muncul dalam benaknya ialah bagaimana punya kedudukan atau kekuasaan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan kekayaan. Yang penting cepat kaya. Caranya lain soal. Muncullah para penjahat, baik biasa maupun yang berdasi. Maka, sebagaimana Srang Mayang putus hubungannya dengan ibunya, para pejabat dan pemimpin bangsa zaman ini, juga putus hubungan dengan rakyatnya. Rakyat mengutuk para pemimpinnya, karena para pemegang teraju kekuasaan ini bukan tampil sebagai pemelihara dan pembela, tetapi sebagai penindas dan merampas.
Selanjutnya hikayat ‘’Malem Dewa’’, menggambarkan tipologi manusia dengan sosok pemuda Malem Dewa sebagai seseorang yang tak mampu mengendalikan diri dan menahan hawa nafsunya, sehingga hati nuraninya jadi gelap oleh uap selera yang rendah. Untuk memenuhi hawa nafsunya, dia tidak ragu-ragu mencuri pakaian seorang gadis yang sedang mandi. Selesai mandi, gadis yang bernama Putri Bungsu itu mau pergi kemana, sementara tidak ada selembar benang pun pada tubuhnya. Maka dia terpaksa menerima lamaran Malem Dewa. Sungguhpun begitu, dia rela menerima takdir, sehingga tetap berbuat sebagai isteri yang setia.
Lantas bagaimana perjalanan hidup Malem Dewa? Dia mendapat peringatan dari Tuhan. Isteri dan anaknya lari dari rumah. Sadarlah Malem Dewa, betapa bencana yang menimpanya adalah karena ulah kelakuannya juga. Menyadari betapa besar dosa yang pernah dilakukannya, dia segera bertobat. Dia tidak sembarang tobat, terbukti betapa Malem Dewa akhirnya menjadi ulama, guru mengaji mengajarkan Al-Quran kepada khalayak.
Sekarang, betapa banyak pemuda negeri ini menjadi pemuda Melem Dewa. Mereka tidak hanya sebatas mencuri pakaian perempuan untuk melihat auratnya, tetapi malah melakukan pemerkosaan, membuat dan memutar film cabul serta berzina di mana dan kapan saja. Malem Dewa dalam hikayat, Alhamdulillah akhirnya menjadi orang baik-baik. Dia bisa menjadi ulama karena dosa yang dilakukannya menjadi pembuka jalan mendatangkan cahaya iman dari Allah. Tetapi pemuda sekarang, tidak pernah tersentak, apalagi merenung, akan deretan dosa-dosa seksualnya. Mereka hanyut dan karam dalam lautan libido seksual, mengumbar hawa nafsu mungkin sampai ajal tiba. Nauzubillah.
Akhirnya simak pula tipe pemuda Said Salmy dalam hikayat ‘’Prang Sabi’’, seseorang yang suka memelihara marwah, menjaga harga diri dengan taat melaksanakan ajaran Islam. Said Salmy merasa terhormat oleh agama yang dianutnya. Merasa tinggi dan jaya oleh cahaya iman, mengenal jalan yang lurus sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Karena itu, ketika umat Islam dilanyau martabatnya, dijajah oleh kafir marwahnya, Said Salmy tidak ragu-ragu tampil ke depan memberikan perlawanan dan pembelaan. Tekad dan langkahnya tidak tertegun oleh godaan dunia yang membangkitkan selera. Hatinya tidak mendua alias munafik. Dia sadar, terjun ke medan jihad akan bertemu satu di antara dua; menang untuk kejayaan kalimah Allah atau syahid sebagai matlamat hidup yang sejati. Satu di antara dua itu terpulang kepada Allah. Bagi mukmin sejati, apapun yang terjadi atas kehendak Allah, semuanya adalah rahmat.
Sekarang, bagaimanakah tipe pemuda seperti Said Salmy ini? Kita susah mendapatkannya. Sebab pemuda sekarang kebanyakan hanya memandang dunia dengan hawa nafsu, tidak ada harga diri dan pengecut, sehingga bangsa ini dengan mudah ditindas oleh kapitalisme dan liberalisme. Tetapi pemuda tipe Said Salmy bukannya tak ada, tapi sudah langka. Kalaupun ada, mereka akan susah dikenal, karena mereka lebih suka merendahkan sayapnya terhadap kaum muslimin yang disayanginya. Apabila muncul, mereka dengan segera akan dicap oleh Amerika Serikat dan kompradornya (antek-anteknya) sebagai Islam fundamentalis, ekstrimi. Setelah dibidik dengan kata “teroris” kemudian dibidik dengan senapang.***