Sak wasangka adalah sikap yang paling ditakuti dan sekaligus dibenci dalam tradisi Melayu. Tetapi anehnya, sekarang ini malah kita seakan dianjurkan punya sikap curiga terhadap siapapun, dengan redaksi demi keamanan. Bahkan sak wasangka malah dijadikan semacam cara kerja. Sungguh, dunia memang sudah edan seperti kata pujangga Jawa yang piawai Ronggowarsito.
Kalau kita mau jujur dalam berpuasa ini, sebenarnya ada bagian terdalam dari hamparan hati, yang sulit sekali disadari, namun niscaya akan menentukan kualitas puasa kita. Bagian terdalam ruhani manusia yang punya potensi merusak ibadah puasa itu disebut oleh orang Melayu dengan kata sak wasangka.
Hati yang terjangkit sak wasangka diakui oleh orang Melayu yang beragama Islam dengan iman yang suci, sangat merusak pergaulan. Sebab, sak wasangka muncul tanpa dipandu akal sehat tapi bertolak dari kedengkian. Karena itu pada bagian batin, penyakit hati ini merusak keimanan. Sedangkan pada bagian luar merusak persaudaraan seiman, bahkan bisa berujung dengan perbuatan fatal.
Maka tidak heran, kitab terkenal dalam jagad Melayu yang bertajuk Tajussalatin (Mahkota Segala Raja) karya Buchari al-Jauhari, menjadi kitab yang amat penting oleh raja-raja Melayu. Menjadi pegangan menjalankan pemerintahannya sebagai amanah daripada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dalam Kraton Yogya paling kurang ada dua salinan Tajussalatin, yang berarti raja-raja Jawa juga memperhatikan pesan dan peringatan daripada kitab tersebut. Satu di antara pesan kitab tersebut yang paling berharga ialah, betapa sak wasangka yang bersarang dalam dada seorang raja, para menteri, hulubalang serta segala pemegang teraju kekuasaan, adalah semacam penyakit menular yang akan membinasakan dan menghancurkan kehidupan negara serta kehidupan rakyatnya.
Sekarang bagaimana sak wasangka? Sak wasangka yang sebenarnya senjata ampuh Sang Iblis dengan syetan tentaranya, mendapat tempat yang lapang. Perhatikanlah: kelompok pengajian yang tekun harus dicurigai; orang yang menyendiri memikirkan dosa-dosanya harus diawasi; yang pakai janggut harus dipandang aneh, sedangkan yang pakai jubah harus ditandai tidak punya akal sehat. Semua orang serupa itu harus dibidik dengan ‘punya potensi membahayakan’. Melihat kenyataan itu benar-benar Iblis dengan syetan tertawa terbahak-bahak, bersuka-ria.
Tetapi mukmin sejati, yang meletakkan ketenteraman hatinya dengan mengingat Allah, niscaya tidak akan gelisah hatinya dengan timbulnya tradisi sak wasangka yang berlaku sekarang ini. Mukmin sejati yang seyogianya lahir dari ibadah puasa ini, niscaya tidak akan meletakkan ketentramannya kepada kekuasaan manusia, yang hanya bagaikan jaring laba-laba.
Dia menyadari sepenuhnya bahwa jagad raya ini siang-malam sepanjang waktu, berada dalam genggaman kekuasaan Allah, bukan kekuasaan orang-orang yang zalim lagi munafik. Mukmin sejati menyadari benar, bahwa tidak ada satu pun yang dapat mendatangkan mudarat bagi dirinya, kecuali segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Manusia silakan membuat tipu daya, namun semuanya akan lumpuh di hadapan kekuasaan Allah.
Karena itu, wahai mukmin sejati yang telah ditempa oleh ibadah puasa ini, marilah kita sama-sama uzlah daripada sak wasangka. Sebab sak sawangka itu hanya akan memberi titian kepada neraka. Janganlah kita mengikuti selera orang banyak, karena niscaya mereka akan menyesatkan kita dari jalan yang benar.***