Home / Buah Pikiran UU Hamidy / Harga Diri dalam Demokrasi, Oleh: UU Hamidy

Harga Diri dalam Demokrasi, Oleh: UU Hamidy

Harga diri, inilah perlombaan hidup manusia abad ini. Pertarungan ini terjadi setelah manusia penghuni planet bumi ini mengikuti ajaran demokrasi yang membuka pintu kehidupan liberal, sekuler, kapitalis dan kesamaan jenis kelamin atau gender.

Masing-masing merasa punya harga diri dan tidak mau dipandang enteng. Betapa banyak orang yang ingin terkenal, kalau dapat namanya mendunia serta dikagumi di mana-mana. Inilah angan-angan harga diri yang indah di dunia.

Manusia pemuja dunia itu harus mengambil sistem demokrasi. Sebab inilah jalan hidup yang membuka peluang orang punya harga diri di mata dunia. Dalam hal ini demokrasi telah memberi tanda atau indikator. Paling kurang ada 5 tanda orang dipandang punya harga diri yaitu kekayaan, kekuasaan, kekuatan, keunggulan dan penampilan fisik.

Inilah yang dapat dibanggakan untuk sangkutan harga diri. Jika seseorang ingin dihargai, dia paling kurang harus punya satu di antara simbol itu. Makin banyak simbol harga diri ini direbutnya, harga dirinya dapat makin tinggi. Jika tak ada, maka dia tak beharga oleh dunia. Dia dipandang lebih baik mampus, sebagaimana dilakukan oleh orang yang putus asa terhadap dunia.

Medan perlombaan harga diri ini telah diberi arena oleh sistem demokrasi. Pertama, demokrasi memberi jalan hidup liberal, yakni kebebasan berbuat kepada manusia. Dengan jalan ini orang dapat mencari kekayaan sesuka hatinya tanpa perlu risau apa akibatnya terhadap masyarakat.

Dia mengusahakan apa saja, asal dapat mengumpulkan uang, sehingga akhirnya dia jadi orang kaya. Mengusahakan minuman keras, perjudian, pelacuran, industri cabul (pornografi) dan berbagai usaha ribawi adalah penghasilan yang cepat memberi kekayaan. Dia kalau bisa tidak hanya sebatas kaya, tetapi kaya raya. Namanya terkenal serta dikagumi melalui siaran berita berbagai majalah dan surat kabar serta media elektronik.

Mendapatkan harga diri melalui kekuasaan juga diberi peluang oleh demokrasi. Sepintas lalu, demokrasi memang punya aturan main bagaimana merebut kekuasaan. Tetapi dalam praktiknya berbagai aturan ini dengan mudah dapat dipermainkan asal punya uang, kekuatan dan akal licik.

Dalam pertarungan segala cara dapat dipakai asal dapat menang dan juga tidak terjerat oleh hukum buatan manusia. Maka dipakailah dari cara yang paling halus seperti memberi janji palsu, memberikan sesuatu dengan kedok hadiah sampai kepada cara yang curang seperti menyogok panitia atau kaki tangan negara, manipulasi perhitungan suara, bahkan juga dapat dipakai pemaksaan.

Setelah kekuasaan direbut, dia dihargai sebab perintah dan larangannya diperhatikan. Kemudian dia akan terkenal sebagai orang nomor satu. Pihak yang berjasa segera mendapat imbalan. Yang pertama penyandang dana yakni orang kaya atau kapitalis. Mereka mendapat kemudahan usaha dan sumber alam. Sedangkan pihak lain dapat diberi proyek maupun hadiah lainnya.

Selanjutnya orang juga dipandang punya harga diri karena punya kekuatan. Punya kekuatan karena memegang senjata atau kekuatan fisik. Orang ini punya harga diri karena ditakuti, sehingga tidak dapat diremehkan. Kemudian orang punya harga diri juga oleh keunggulan.

Keunggulan dapat dicapai dengan kerja keras serta kemampuan istimewa pada dirinya. Prestasinya dipandang luar biasa. Inilah orang yang terkenal dalam karier. Para seniman, olahragawan dan ilmuan, juga dapat jadi terkenal karena kemampuannya dalam bidang tersebut.

Nama mereka terkenal dan mereka bangga punya harga diri seperti itu. Akhirnya harga diri masih dapat diperoleh dengan penampilan fisik. Maka diadakanlah berbagai kontes, seperti kontes kecantikan. Siapa yang terpilih diberi gelar dan hadiah. Mereka bangga dengan gelar serta hadiah itu.

Demikianlah kehidupan dunia. Kelima simbol harga diri itu semuanya ternyata berujung pada materi atau bendawi. Semuanya diharapkan akan mendatangkan uang atau materi. Maka terbukalah topeng demokrasi sebagai ajaran materialisme. Harga diri manusia terletak pada benda atau materi.

Inilah yang menyuburkan sistem ribawi di muka bumi, yang menghancurkan kehidupan umat manusia secara pelan-pelan. Itu berlaku, karena perbuatan itu Allah menyatakan perang terhadap mereka. Lalu siapakah gerangan yang bisa menang melawan Tuhan ?

Kita akan ditipu oleh dunia jika harga diri serupa ini tidak kita sandingkan dengan harga diri yang bersandar pada akhlak mulia dalam ajaran Islam. Akhlak mulia paling kurang merujuk pula pada 5 perkara yaitu kejujuran, sederhana (tidak melampaui batas) rendah hati (tidak sombong) malu (pada manusia dan lebih lagi kepada Allah) berbuat sesuai Syariah Islam (berpedoman pada Alquran dan Sunnah Nabi saw).

Harga diri pada dunia, walaupun terkenal dan punya kekayaan, tetapi dadanya sempit, karena dikejar rasa cemas dan takut akan kehilangan simbol tersebut. Harga diri itu telah dicari dengan menghabiskan waktu dan umur. Tapi rupanya akan sirna, karena hanya berupa bunga-bunga kehidupan dunia. Sementara akhlak mulia punya nilai abadi dari dunia menuju akhirat.

Inilah amal saleh yang akan berat timbangannya untuk mendapatkan pembalasan yang baik dari Allah swt. Orang mukmin yang berakhlak mulia tidak merasa takut dan berdukacita, karena dia sadar semua urusan kembali kepada Allah. Hatinya berada dalam keadaan tenang dan damai mengingat Allah. Dan hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.

Tulisan ini pernah dimuat di Harian Riau Pos, Senin, 4 Juni 2012

Check Also

Kadar Islam dalam Tafsir Antropologis Nama Pesukuan di Siberakun Kuantan Singingi, Oleh : UU Hamidy

Allah yang Maha Esa Maha Kuasa menciptakan apapun saja yang Dia kehendaki, sehingga Allah menjadi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *