Allah Subhanahuwata’ala menurunkan Alquran untuk pelajaran, penawar bagi penyakit, petunjuk dan rahmat bagi manusia. Bagaimana hidup dengan petunjuk Alquran sehingga hati tentram bahagia lahir dan batin, telah diajarkan diberi tauladan oleh Nabi Muhammad Saw dengan Sunnah-nya kepada para sahabat sehingga generasi sahabat menjadi umat manusia yang terbaik di muka bumi. Para sahabat dari Ansor dan Muhajirin hidup mulia dan terhormat oleh Islam, sehingga mampu mengubah wajah dunia dalam zamannya dengan tauhid dan cahaya iman. Alquran dan as-Sunnah telah mengubah arah tujuan hidup manusia. Jika sebelumnya bergaduh dengan kepentingan dunia, maka dengan Syariah Islam yang kaffah, kehidupan dunia digunakan untuk mencapai bahagia di akhirat. Sebab, kehidupan akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya.
Meskipun Islam telah datang untuk memelihara harta, kehormatan, akal, keturunan dan agama, manusia yang engkar menolak dengan mencari jalan lain. Kebanyakan manusia lebih suka memakai aturan buatan dirinya. Sebab lebih percaya kepada akal dan panca indera daripada wahyu Allah dan Sunnah Nabi Saw yang memelihara manusia dengan membedakan hak-batil, halal-haram dan pahala-dosa. Mereka memilih aturan demokrasi yang berasal dari nenek moyang Yunani Latin. Demokrasi punya dua wajah yakni kapitalis dan komunis. Tapi sama-sama bersifat bendawi, memandang dunia semata, sehingga lebih buas daripada serigala. Inilah yang membuat manusia yang diciptakan Allah dari air yang hina menjadi makhluk yang angkuh dengan kebodohannya, sehingga aturan yang dibuatnya menentang aturan Allah Yang Maha Bijaksana.
Lihatlah kegaduhan demokrasi di panggung dunia. Mula-mula Blok Barat Amerika dan sekutunya bergaduh dengan Blok Timur Uni Sovyet dan sekutunya yang merupakan pertarungan antara kapitalis lawan komunis hampir 5 dekade sampai Uni Sovyet bubar pada penghujung abad ke-20. Setelah itu Amerika yang mengaku kampiun demokrasi mau menjadi polisi dunia. Maka atas nama demokrasi timbullah kegaduhan di Palestina, Irak, Afganistan dan Suriah. Palestina setelah dirampok tanahnya, lalu dibantai oleh Yahudi Israil dengan alasan membela diri. Irak dengan Saddam Husein dituduh membuat senjata pemusnah massal, lalu dihantam dengan rudal sehingga berantakan. Afganistan dibombardir lantaran seorang Usama bin Ladin yang dituduh teroris karena paspornya dijumpai di gedung WTC yang sudah terbakar. Sedangkan Suriah dibom oleh pasukan Rusia dan pasukan sekutu Amerika sehingga rakyatnya berserakan ke mana-mana menjadi pengungsi mencari perlindungan. Kegaduhan ini menelan kurban jutaan umat manusia dan kerugian harta benda yang tak terkira.
Sementara di Indonesia marilah kita lihat rangkaian kegaduhan dalam beberapa perkara. Pertama, gaduh asap terutama 3 bulan terakhir 2015 yang paling parah di Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Berbagai pihak saling menyalahkan serta diminta bertanggungjawab. Sekolah ditutup, ekonomi lumpuh dan warga menderita berbagai penyakit. Setelah disidang satu di antara perkaranya, hakim memutuskan bahwa pembakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap itu tidak merugikan masyarakat. Kedua, gaduh pemilihan kepala daerah bupati dan gubernur. Proyek yang begitu besar memakan biaya ini justru mendatangkan amuk massa, perkelahian antar-pendukung calon sampai pembakaran gedung dan kendaraan, lalu akhirnya berperkara. Bayangkan, memilih pemimpin dalam demokrasi, sudah begitu banyak memakan biaya, lalu bergaduh lagi yang menimbulkan kurban jiwa dan harta.
Ketiga, gaduh Freeport, ada yang hendak memperpanjang tapi juga banyak yang mendesak agar diakhiri. Dalam pertengkaran pendapat itu muncul peristiwa catut nama presiden dan wakil presiden yang melibatkan Menteri Pertambangan dan Ketua DPR. Gaduh diredakan dengan sidang mahkamah kehormatan DPR tapi terkesan belum selesai. Keempat, gaduh KPK yang melibatkan banyak pihak seperti pemerintah, DPR, lembaga swadaya masyarakat dan KPK itu sendiri. Gaduh KPK telah berjalan lama, paling kurang semenjak benturan antara KPK dengan pihak kepolisian yang berakibat beberapa anggota KPK diperkarakan. Terakhir muncul lagi masalah revisi Undang-undang KPK. Masing-masing bertanding argumentasi lewat media. Ini tentu membuat para koruptor harap-harap cemas.
Kelima, gaduh partai, sudah sering terjadi dan banyak yang sedang berjalan. Pertengkaran dalam partai hampir terjadi merata pada tiap partai. Kegaduhan terjadi untuk memperebutkan kekuasaan dalam partai sehingga ada partai akhirnya pecah. Belakangan gaduh yang lama dalam Golkar dan PPP. Golkar akhirnya sepakat berhenti bergaduh. Inilah potret demokrasi yang mengatur manusia dengan aturan buatannya sendiri, bukan dengan aturan Allah yang sesuai dengan fitrah manusia. Aturan serupa itu bagaikan benang kusut tak tentu ujung pangkal. Makin banyak aturan dibuat dan diganti, keadaan malah semakin runyam. Inilah akibat manusia menuhankan hawa nafsunya, tidak mau merendahkan dirinya di hadapan Allah Yang Maha Perkasa.***