Alquran pedoman hidup dan undang-undang kehidupan umat manusia membuat kategori manusia berkualitas. Demokrasi yang tidak mau memakai hukum Allah juga membuat kategori manusia berkualitas dengan akal dan hawa nafsunya. Ternyata tidak dapat menampilkan manusia yang benar-benar mampu menyelesaikan perkara hidupnya. Ini terjadi karena demokrasi tidak bersandar kepada petunjuk Allah yang menciptakan manusia itu sendiri. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah, tak mungkin membuat ukuran baik dan buruk tentang dirinya sendiri. Tentulah Allah yang menciptakan, yang maha tahu tentang baik dan buruk bagi manusia. Inilah pangkal malapetaka umat manusia.
Alquran yang tidak diragukan lagi kebenarannya dan petunjuk bagi orang yang bertakwa memberi penjelasan yang jelas dan dapat dilaksanakan oleh insan yang mencari keridhaan Allah. Manusia berkualitas menurut Alquran dalam Surah Al-Asr harus meliputi 4 kategori, yakni beriman, beramal saleh, menegakkan yang hak (benar) dan mengajak kepada kesabaran. Inilah yang dapat menempa manusia dengan izin Allah menjadi insan yang tangguh menghadapi tantangan bila dan di mana saja.
Pertama, beriman sebagaimana terkandung dalam Alquran dan Sunnah Nabi Saw. Dengan beriman ini manusia jadi merdeka. Dia tidak terjajah oleh manusia, apalagi oleh alam dan benda buatan manusia. Dia tidak diatur oleh apa dan siapa, karena dia berpegang kepada aturan hidup dari Allah yang telah diberi teladan oleh Nabi Muhammad Saw dengan para sahabatnya, betapa hasilnya membentuk suatu generasi yang terbaik di muka bumi. Dengan beriman kepada yang telah disampaikan Allah dan Rasul-Nya, manusia tidak ragu lagi menempuh hidupnya. Sebab dengan syariat Islam dari Allah dan Rasul-Nya dapat diselesaikan segala perkara kehidupan. Orang beriman menyadari syahadatnya adalah kontrak hidupnya dengan Allah, sehingga dia berjanji salatnya, ibadahnya serta hidup dan matinya hanyalah semata untuk Allah Tuhan Seru Sekalian Alam.
Manusia berkualitas itu berbuat amal saleh. Ini konsekuensi daripada keimanannya. Dari Alquran dan As-sunnah dia telah mendapat pedoman, aturan dan bimbingan bertindak, maka dia beramal sesuai dengan fitrah penciptaannya. Dia mendapat kesadaran yang jernih bahwa ada 3 hal yang penting di dunia ini, yakni manusia, waktu dan tindakan. Maka manusia beriman harus mempergunakan waktu untuk amal saleh. Setiap perbuatan dalam tiap waktu harus benilai amal saleh. Sebab tugas hidupnya adalah berubudiah kepada Allah sesuai dengan syariat Islam.
Amal saleh harus dikokohkan dengan amal makruf nahi mungkar. Sebab, amal makruf nahi mungkar merupakan pelaksanaan perintah dan larangan dari Allah dan Rasul-Nya. Semua perintah Allah dan Rasul-Nya hanyalah untuk kebaikan manusia itu sendiri. Sebaliknya, semua larangan akan mendatangkan bencana. Karena itu semua perintah harus dilaksanakan sedangkan semua larangan harus ditinggalkan. Maka manusia beriman harus amal makruf nahi mungkar kepada dirinya, keluarganya dan masyarakatnya. Kemudian sampai kepada pemerintah yang berkuasa. Menyampaikan yang benar dan menganjurkan meninggalkan yang mungkar kepada penguasa adalah jihad yang tinggi nilainya. Sebab, surga itu bisa berada di bawah kilatan pedang.
Manusia yang berkualitas itu, setelah dia beriman dan beramal saleh harus menegakkan yang benar mengajak orang kepada yang hak sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Dia berani menegakkan yang benar, sebab kebenaran itu datang dari Allah Yang Maha Benar, yang segala urusan akan kembali kepada-Nya. Dia meyakini kebenaran Alquran dan As-sunnah tanpa perlu melihat fakta. Sebab fakta itu tidak akan terjadi dengan sendirinya, tapi niscaya dengan izin Allah Yang Maha Kuasa. Timbangan kebenaran serta baik dan buruk hanya dari Allah dengan merujuk kepada Alquran dan Sunnah Nabi Saw. Manusia dengan pikiran dan panca indra yang terbatas tidak akan dapat mengenal kebenaran serta membedakan yang baik dengan yang buruk tanpa panduan iman.
Iman adalah cahaya bagi insan. Panca indra tidak akan dapat mengenal realitas baik dan buruk tanpa adanya cahaya. Hanya dengan cahaya manusia dapat mengenal dan membedakan kenyataan. Begitu pula hanya dengan iman manusia dapat mengetahui yang benar serta membedakan baik dan buruk. Karena itulah manusia yang tidak beriman, sebenarnya berjalan tanpa arah dan tujuan di muka bumi ini, karena tak dapat mengenal kebenaran serta membedakan yang baik dengan yang buruk.
Manusia berkualitas itu membangun dirinya dengan iman, beramal saleh setiap rangkaian waktu, berdakwah menegakkan yang benar, lalu akhirnya membuat buhul yang kokoh dengan berpesan kepada kesabaran. Dia sabar melakukan perintah Allah dan Rasul-Nya. Sabar pula meninggalkan larangan dan juga sabar menerima ketentuan Allah yang berlaku atas dirinya. Kesabaran adalah tenaga ruhani yang terkuat bagaikan urat tunggang pada pohon kayu. Kesabaran adalah benteng yang kokoh, bagaikan batu karang di tengah lautan. Makin hebat ombak laut memukulnya, makin berjaya batu karang itu. Begitulah kesabaran, makin banyak cabaran (tantangan) dengan bersandar kepada Allah Yang Maha Perkasa, orang beriman itu semakin kokoh berpegang kepada akidahnya. Karena yakin Allah akan menolong orang yang sabar.
Bagi orang yang beriman, manusia berkualitas, kesabaran menjadi penolong yang tangguh di mana dan kapan saja, di samping salat yang menjadi tiang mocu kesabaran. Manusia berkualitas itu selalu mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring. Dia selalu bergantung kepada pemilik alam semesta ini, pencipta dan berkuasa serta mengaturnya siang dan malam. Itulah Allah yang kepada-Nya segala makhluk bergantung meminta dan bertasbih memuji-Nya.
Manusia berkualitas itu amat menyadari tidak ada gunanya bertindak tergesa-gesa tanpa mengingat Allah terlebih dahulu. Dia juga menyadari bertindak tanpa memperhatikan syariah Islam, hanyalah perbuatan sia-sia, karena dapat mendatangkan dosa dan bencana. Dia tidak mau tergoda oleh cemas dan sak-wasangka serta tak mau percaya kepada takhayul yang tidak mampu menolong. Manusia berkualitas itu amat waspada terhadap semua perangkap setan, yang kebanyakan manusia tak mengetahui apalagi menyadarinya. Dia selalu berikhtiar sepanjang waktu mencari keridhaan Allah. Manusia yang lalai yang tidak menempuh kehidupannya dengan syariat Islam, akan menjalani hidup yang sia-sia. Perjalanan hidupnya bagaikan jatuh dari langit lalu melayang tak tentu arah, kemudian jatuh tak tentu rimbanya.***