Home / Buah Pikiran UU Hamidy / Bahasa dan Sastra / Teknik Bercerita (Bagian 3), Oleh: UU Hamidy
Foto: contently.com

Teknik Bercerita (Bagian 3), Oleh: UU Hamidy

b. Beberapa Teknik Baru Bercerita

Cerita dapat juga dibuka dengan memberi kejutan terhadap judul cerita. Dengan kejutan terhadap judul cerita, dapat diharapkan akan menyentak perhatian pendengar. Kita dapat memberi kejutan misalnya dengan bertanya kepada khalayak, “Pernahkah kalian mendengar cerita kera?” “Pernah” sahut pendengar. “Tetapi pernahkah kalian dengar dalam cerita seekor kera menjadi ajudan seorang raja?” lanjut tukang cerita. Rangkaian pertanyaan itu dapat membangkitkan minat pendengar, sebab sejumlah pertanyaan itu dapat menyentak perhatian mereka, sehingga mereka segera ingin mendengar bagaimana cerita itu.

Cerita dapat pula dibuka dengan membacakan bagian tertentu dalam cerita yang dapat mengundang perhatian pendengar. Untuk memakai teknik ini tukang cerita harus pandai mencari teks yang indah yang kira-kira cukup bagus ditampilkan sebagai pembuka jalan cerita. Untuk membuka cerita ‘’Tebusan Darah’’ (karangan Soeman Hs) misalnya kita mulai dengan membacakan teks sebagai berikut:

Siapa namamu? Maukah engkau bekerja dengan saya? Tanyanya dengan lemahlembut. Saya termenung panjang. Hati saya kacaubalau. Saya ini memanglah sengaja melangkah meninggalkan kampung halaman karena diselubungi malu dan kesal dan sengaja merantau ke negeri asing dengan maksud hendak mencari untung memperbaiki nasib. Sekarang tiba-tiba ada orang menawar saya, kalau-kalau suka bekerja dengan dia. Sudah sesuailah hukumnya.

Teknik bercerita selanjutnya ialah dengan cara mendemonstrasikan atau mendramatisir beberapa bagian cerita, sehingga cerita itu terkesan hidup kepada khalayak. Cerita yang mengandung peperangan, pertarungan, pertengkaran dan sejenisnya, cukup menarik didramatisir ketika cerita itu disajikan pada khalayak. Dalam cerita Ajisaka misalnya, kita atau tukang cerita cukup bagus jika mampu mendemonstrasikan bagaimana pertemuan antara Mangkubumi yang diutus oleh Ajisaka untuk meminta pedangnya pada Panglima. Sementara Panglima bertahan (tidak mau memberikan pedang itu) karena Ajisaka telah berpesan sebelum itu padanya, agar jangan diberikan kepada siapa saja pedang itu, kecuali langsung ke tangannya. Maka tentulah pertemuan kedua pembesar ini akan mengundang pertengkaran. Sang Panglima bertahan demi memegang amanah yang telah diterimanya, sedangkan Mangkubumi bersikeras demi untuk menjalankan perintah yang diterimanya.

Cerita juga dapat ditampilkan kepada khalayak dengan cara menyuruh mereka mencatat nama-nama yang tersebut dalam cerita. Catatan daftar nama itu dapat dilengkapi dengan pertanyaan dari tukang cerita tentang sifat tokoh atau bagaimana hubungan antara tokoh yang satu dengan yang lain. Teknik ini dapat dipakai untuk cerita yang banyak mempunyai tokoh seperti cerita Mahabrata, Ramayana, Laut Agea dan sebagainya.

Perhatikanlah, kita membuka cerita Laut Agea, misalnya sebagai berikut : Ageus Raja Athena tidak berhasil mendapatkan anak, meskipun dia telah mempunyai dua orang isteri. Dia tidak mendapatkan jawaban yang terang dari orakel Delphi waktu dia mohon nasehat ke tempat itu untuk mendapatkan keturunan. Akhirnya dia menjumpai Raja Pitheus dan kawin lagi dengan anak raja itu yang bernama Aethra. Tidak lama kemudian lahirlah anaknya lalu diberi nama Theseus. Ageus berpesan pada isterinya, bahwa anaknya baru boleh mencari dia ke Athena, jika dia telah dapat mengambil sepatu dan pedang yang diletakkannya di bawah batu karang. Sebagai seorang anak raja besar, Theseus memang mampu dalam usia yang masih muda mengambil sepatu dan pedang ayahnya. Kemudian berangkatlah dia menuju Athena untuk menjumpai ayahnya.

Dari sejumlah teknik bercerita, baik yang berasal dari teknik tradisional maupun teknik bercerita yang ditaja relatif baru, seperti disebutkan paling kurang ada 4 teknik, tentu saja bisa lagi diramu beberapa teknik itu, lalu menjadi semacam teknik campuran. Karena begitu banyak teknik bercerita yang tadi dipaparkan, maka tentu juga dapat dibuat beberapa teknik campuran.

Tentu saja pemakaian teknik campuran itu diperhitungkan kepada bentuk dan isi cerita serta terhadap khalayak yang akan mendengar cerita itu. Karena itu: tukang cerita setiap akan memakai suatu teknik cerita, dia harus mempertimbangkan bentuk dan isi cerita serta khalayak yang akan mendengar cerita yang tentu mempunyai perbedaan tingkat umur dan pengetahuan bahkan juga situasi atau tempat di mana cerita itu ditampilkan.

3. Latihan Bahasa dan Sastra

Pelajaran bercerita pada anak didik dapat memperbaiki kemampuan bahasanya, serta merangsang kegiatan kreatif. Kemampuan berbahasa yang baik tentu cukup besar artinya dalam segala bidang kehidupan. Sementara, jika ada murid yang dapat merintis menjadi tukang cerita atau sastrawan, tentu juga punya nilai bagi hidupnya.

Memandang keadaan ini, maka para guru seyogianya membaca berbagai cerita, sehingga mempunyai semacam koleksi cerita. Beberapa di antara koleksi cerita itu diceritakan oleh guru kepada murid dengan memakai beberapa teknik bercerita. Beberapa cerita yang belum diceritakan dan teks cerita dapat diberikan pada murid, lalu mereka berlatih bercerita. Setelah itu murid bisa mencari cerita karangan orang lain, lalu mereka bercerita. Kemudian muncul murid yang tertarik untuk menulis cerita. Yang terakhir inilah yang akan menjadi sastrawan atau seniman.***

(Bahasa dan Kreativitas Sastra, UU Hamidy)

Check Also

Kadar Islam dalam Tafsir Antropologis Nama Pesukuan di Siberakun Kuantan Singingi, Oleh : UU Hamidy

Allah yang Maha Esa Maha Kuasa menciptakan apapun saja yang Dia kehendaki, sehingga Allah menjadi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *