Home / Buku UU Hamidy / Orang Melayu di Riau, UU Hamidy, UIR Press, 1996

Orang Melayu di Riau, UU Hamidy, UIR Press, 1996

Gerak langkah pembangunan tak dinafikan lagi telah memperlihatkan berbagai perubahan wajah terhadap bangsa dan tanah air Indonesia. Sebagian di antara hasil pembangunan itu telah dinikmati oleh rakyat Indonesia. Dalam batas tertentu telah banyak yang dapat meningkatkan taraf hidupnya. Tapi sungguhpun begitu, juga harus diakui ada sebagian warga masyarakat yang gamang mendengar kata pembangunan. Ini terjadi karena tujuan pembangunan ternyata terlalu berat kepada sisi ekonomi, sering mendesak nilai-nilai kemanusiaan. Padahal pembangunan akan kehilangan arti apabila melunturkan nilai luhur kemanusiaan seperti kemerdekaan, demokrasi, keadilan dan kebenaran.

Pembangunan seyogianya tak dapat melepaskan diri, bahkan harus memperkokoh nilai-nilai Pancasila yang menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa dan keadilan sosial yang beradab. Inilah perbedaan prinsip antara pembangunan model komunis yang otoriter maupun pembangunan cara kapitalis yang serakah dan sekuler, dengan pembangunan yang berlandaskan Pancasila. Kebhinnekaan yang terpelihara dalam adat, resam dan agama berbagai puak dan suku, yang terjalin dalam Pancasila, semestinya diperhatikan dalam tingkahlaku pembangunan. Agar pembangunan itu tidak hanya menjadi semacam kegiatan pemerintah secara sepihak, tapi menjadi tradisi oleh warga Indonesia yang beragam suku. Sebab itu berbagai program dan proyek pembangunan hendaknya melakukan penyesuaian dengan kondisi sosio-kultural di mana pembangunan itu berlangsung. Dengan memperhitungkan keadaan serupa itu, maka kegiatan pembangunan dapat menyepuh dan menggerakkan potensi budaya masyarakat, menjadi lebih dinamis dan kreatif.

Keseimbangan antara kebendaan dan keruhanian dalam orientasi pembangunan tak dapat ditunda lagi. Jika tidak, pribadi bangsa ini akan oleng. Akibatnya bisa menimbulkan penyesalan kemudian hari. Pembangunan dengan pegangan Pancasila janganlah terkesan sebagai kegiatan mengubah ujud benda semata lalu mengumpulkan kekayaan dunia demi hawa nafsu, tapi juga harus diimbangi dengan cara mencari makna kehidupan. Pada akhirnya orang arif bukan menghitung buih harta dunia telah dimilikinya, tetapi menanyakan apakah kebajikan yang telah ditunaikannya. Sebab, bagaimanapun juga, nilai keruhanian tetaplah lebih mulia dari nilai kebendaan.

Buku ini mengulas tentang ”Penampilan Orang Melayu di Riau”, ”Rentangan Kehidupan Orang Melayu di Riau”, ”Nilai Tradisional Melayu dan Pembangunan”, ”Dilema Kedudukan Pemangku Adat di Pedesaan”, ”Islamisasi Sastra dan Budaya Melayu di Riau” dan lain sebagainya serta berbagai lampiran.

Check Also

Negeri Rantau, UU Hamidy, Bilik Kreatif, 2017

Islam nikmat Allah Ta’ala yang sempurna telah mencapai dunia Melayu dengan rangkaian pulaunya bagaikan zamrud …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *