Home / Buku UU Hamidy / Masyarakat Adat Kuantan Singingi, UU Hamidy, UIR Press, 2000

Masyarakat Adat Kuantan Singingi, UU Hamidy, UIR Press, 2000

Masyarakat adat dalam arti masyarakat yang tersusun berdasarkan norma-norma adat, memang layak diketengahkan. Sebab pada dasarnya norma-norma adat itulah pada awalnya yang telah membentuk berbagai suku dan etnis. Sayangnya, setelah kemerdekaan dengan berlakunya norma-norma buatan negara, norma-norma adat tersingkir begitu saja. Akibatnya masyarakat adat goyah dan kehilangan potensinya.

Ini terjadi karena berbagai ketentuan yang dibuat oleh pemerintah, kenyataannya tidaklah membuat masyarakat adat semakin baik kualitas dan taraf hidupnya. Kenyataan memberi bukti, betapa kebijakan pemerintah dengan mengatasnamakan kepentingan negara, malah membuat masyarakat adat kehilangan hak-haknya. Kalau memang Pancasila berpijak pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang beragam suku, mengapa bisa terjadi berbagai ketentuan hukum yang dibuat pemerintah, malah bertentangan dengan prinsip-prinsip adat yang juga merupakan bagian penting nilai-nilai luhur bangsa ini.

Ini memberi bukti, bahwa ada kesenjangan antara norma-norma adat yang hidup dalam berbagai suku, dengan berbagai ketentuan serta kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Karena itu masyarakat adat heran, bagaimana negara tidak lagi melindungi dan memelihara hak mereka atas hutan tanah serta hak mereka untuk memelihara nilai-nilai adatnya. Jika ini tidak mendapat perhatian yang memadai, maka akan semakin banyak menimbulkan ketegangan sosial, yang pada puncanya menimlbulkan disintegrasi bangsa. Paling kurang rasa permusuhan sepanjang masa, sehingga selalu menimbulkan potensi konflik antar suku. Sebab akar kasus itu sebenarnya, masyarakat adat di beberapa daerah merasa tidak dihargai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bangsa Indonesia yang bhinneka tunggal ika ini, semestinya bersatu dalam berbagai aspek yang sama, tetapi juga menghargai pihak lain, dalam aspek yang berbeda. Jadi, negara tidaklah layak memaksa bangsa yang beraneka suku ini, menjadi satu pola saja. Sebab kekuatan bangsa ini sebenarnya bukan karena harus menjadi satu pola, tetapi justru oleh keragamannya itu. Keberadaan masyarakat adat sebagai suatu kenyataan dari keragaman suku di Indonesia, seyogianya janganlah diingkari. Apalagi dipandang enteng, sehingga akhirnya mereka tersingkir di negerinya sendiri. Mereka hendaklah dipandang sebagai saudara sendiri, dan berilah mereka peluang secara wajar sesuai dengan potensi dan kepribadiannya.

Negara hendaklah mengawasi kelebihan atau keunggulan sumber daya suatu pihak atau suku, tidak sampai melumpuhkan potensi suku lainnya, seperti masyarakat adat tersebut. Kekayaan bangsa dan negara ini terdapat pada berbagai suku dan daerah, tidaklah layak dijadikan padang perburuan oleh pihak yang berkuasa, yang kuat, yang kaya, yang cerdik, dan yang serakah. Jika inilah yang diamalkan, maka sejumlah masyarakat adat tidak akan punya masa depan di republik ini.

Buku ini mendedahkan tentang ”Pengertian Orang Melayu”, ”Lintasan Riwayat Kuantan Singingi”, ”Pemegang Teraju Adat”, ”Labo Kek Poruik”, ”Hutan Tanah”, ”Adat Beternak”, ”Kebun Getah Rakyat”, ”Solidaritas dan Kerjasama”, ”Dimensi Percintaan”, ”Pertunjukan Rakyat Tradisional”, ”Rarak”, ”Orang Patut dalam Tradisi Melayu”, ”Panduan Adat”, serta beberapa lampiran.

Check Also

Negeri Rantau, UU Hamidy, Bilik Kreatif, 2017

Islam nikmat Allah Ta’ala yang sempurna telah mencapai dunia Melayu dengan rangkaian pulaunya bagaikan zamrud …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *